Cari Blog Ini

Jumat, 28 September 2012

Pelajaran Bahasa Aceh

-->

BAHASA ACÈH DAN HUBUNGANNYA DENGAN BAHASA INDONESIA

Di daerah Acèh terdapat beberapa bahasa yang digunakan oleh penduduk. Bahasa-    bahasa tersebut ialah:
  1. Bahasa Acèh, yaitu bahasa yang digunakan oleh penduduk yang mendiami Acèh Besar, Pidië, Acèh Utara, dan sebagian Acèh Timur.
  1. Bahasa Gayo, digunakan oleh penduduk yang berdiam di Acèh Tengah.
  1. Bahasa Alas, digunakan oleh penduduk Acèh Tengah, Alas, Kotacanè dan di hulu sungai Singkil.
  1. Bahasa Aneuëk Jamèë, digunakan oleh penduduk yang mendiami sebagian besar Acèh Barat dan Acèh Selatan.
  1. Bahasa Kluet, digunakan oleh penduduk yang berdiam di hulu Acèh Selatan.
  1. Bahasa Simeulu, digunakan oleh penduduk yang berdiam di pulau Simeulu.
  1. Bahasa Tamieng, digunakan oleh penduduk yang berdiam disekitar sungai Tamieng, sungai Iyu sebelah Timur, dan Seuruwai.
Penduduk yang berbahasa Tamieng, mendiami daerah yang berbatasan dengan daerah Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara). Penduduk yang berdiam di pulau Sampoe (pulau Kampai) menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Tamieng dan bahasa Acèh.

Bahasa-bahasa yang disebutkan di atas merupakan bahasa-bahasa tersendiri yang diguna kan oleh penduduk-penduduk yang mendiami daerah-daerah tersebut.
Selanjutnya hubungan bahasa Acèh dengan bahasa Indonesia adalah bahasa yang serumpun yaitu rumpun bahasa-bahasa Nusantara (bahasa-bahasa Indonesia). Bahasa Acèh ialah salah satu bahasa yang terdapat dalam kelompok bahasa-bahasa Sumatera. Bahasa ini merupakan bahasa Daerah yang berfungsi sebagai bahasa penghubung dalam masyarakat Acèh yang terbagi atas beberapa dialek. Di pesisir utara terdapat dialek Acèh Besar, dialek Pidië, dialek Peusangan, dialek Pasei, dialek Tamieng, dan dialek Seuruwai.
Bahasa Acèh adalah bahasa yang hidup. Bahasa yang menjadi alat melahirkan pikiran dan perasaan, bahasa yang merupakan sumber kebudayaan dan sumber persatuan untuk lingkungan keluarga besar bangsa Indonesia di daerah ini.
Sebagai bahasa daerah, bahasa Acèh dalam pertumbuhan dan perkembangannya telah bergaul rapat dengan bahasa Melayu, jauh sebelum bahasa ini diangkat menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Melayu bertetangga sangat akrab dengan bahasa Acèh. Saling pengaruh antara bahasa yang sekeluarga sebelah ini kiranya jauh lebih dalam dari pada antara bahasa sekeluarga dengannya di sebelah lain, dengan bahasa Jawa atau Bugis misalnya. Bahasa Melayu tidklah merupakan bahasa asing bagi penduduk daerah Acèh, sejak bahasa ini belum menduduki fungsi sebagai bahasa Indonesia. Dalam masyarakat Acèh bahasa Melayu itu disebut dengan istilah bahasa Jawóë atau bahasa Jawi. Sebagian kitab-kitab yang berisi pelajaran agama Islam ditulis dengan huruf Arab Melayu, yang sebagian besar kata-kata Melayu disesuaikan dengan hukum bunyi bahasa Aceh. Hal ini bukan hanya terhadap bahasa Melayu, tetapi juga terhadap bahasa-bahasa asing lainnya, bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda atau Inggeris misalnya. Meskipun pengaruh bahasa Melayu begitu mendalam ke dalam bahasa Acèh, namun pertumbuhan dan perkembangannya tetap hidup terus dan sesuai dengan gerak hidup masyarakat pemakainya.
Berdasarkan keterangan di atas dapatlah kiranya kita ketahui hubungan bahasa Acèh dengan bahasa Melayu sebelum bahasa ini diangkat menjadi bahasa Indonesia. Sesudah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, hubungan itu berjalan terus sesuai dengan irama masa. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi dan bahasa Nasional bertugas sebagai bahasa penghubung antara suku-suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Fungsi ini sebagaimana telak kita maklumi jauh sebelumnya telah dijabat oleh bahasa Melayu. Dalam hubungan ini bahasa Indonesia memegang peranan penting dari pada bahasa Melayu, yaitu bahasa Indonesialah yang mampu membina kesatuan dan persatuan yang rasional diantara suku-suku bangsa di Indonesia ini.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional digunakan dalam segala aspek kehidupan kenegaraan Republik Indonesia. Dalam gerak hidup dari pada kehidupan modern ini, pengertian-pengertian baru yang ditampung dalam bahasa Indonesia berpengaruh pula ke dalam bahasa-bahasa daerah umumnya, demikian pula terhadap bahasa Acèh khususnya. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap bahasa Acèh; sebagai bahasa daerah dapat dikatakan amatlah luas. Istilah politik, teknologi, perdagangan, dan lain-lain terdapat pula dalam bahasa Acèh. Maka dari itu dapatlah dikatakan bahwa bahasa Acèh adalah bahasa yang hidup dan kehidupannya itu benar-benar disesuaikan dengan aspirasi kehidupan alam modern tanpa menghilangkan atau membuang kepribadiannya sendiri.
Akhirnya dapatlah kita simpulkan bahwa bahasa Acèh sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia, akan tetap hidup terus dan hubungannya dengan bahasa Indonesia akan senantiasa ada. Hubungan itu memang telah semula diwujudkan dalam rumpun bahasa-bahasa Nusantara.

Perbedaan Bunyi Bahasa Acèh dengan Bunyi Bahasa Indonesia.
Dalam mempelajari atau mengajarkan bahasa Acèh perlu kita perhatikan beberapa bunyi bahasa (fonem) yang berbeda dengan bunyi bahasa (fonem) yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
Jika bunyi bahasa bahasa Acèh kita bandingkan dengan bunyi bahasa bahasa Indonesia maka terdapatlah perbedaan-perbedaan bunyi (fonem) sebagai berikut:
  1. Di dalam bahasa Acèh terdapat konsonan gabung (cluster) baik pada suku pertama maupun pada suku kedua, misalnya:
   Pada suku pertama                                           Pada suku kedua
   dhóë = dahi                                                           atra = harta
   kha = berani                                                          jakhab = terkam
   brôh = sampah                                                     geundrang = gendering
   glang = cacing                                                      ablak = (sejenis) hiasan
   pha = paha                                                            subra = riuh rendah
   cheuë = teduh                                                       ganchéb = kuncikan
   dan lain-lain                                                          dan lain-lain
  1. Bunyi d dan t disuarakan dengan menggerakkan ujung lidah pada langit-langit dekat akar gigi atas.
  1. Bunyi d yang terdapat pada akhir kata bahasa Indonesia menjadi bunyi t dalam bahasa Acèh, misalnya: Ahad menjadi Aleuhat (hari Minggu) dalam bahasa Aceh.
  1. Bunyi p tidak pernah terdapat pada pada akhir kata, sehingga bunyi p yang terdapat pada akhir kata bahasa Indonesia menjadi b dalam bahasa Acèh, misalnya: hadap dalam bahasa Indonesia menjadi hadab dan asap menjadi asab dalam bahasa Acèh.
  1. Diftong èë dalam bahasa Acèh, kadang-kadang menggantikan bunyi u dalam bahasa Indonesia, misalnya:
   tahu - tahèë – thèë                       kayu - kayèë                          asu - asèë
   kutu - gutèë                                  batu - batèë                           bulu - bulèë
   pangku - pangkèë                        baju - bajèë                            jamu - jamèë
   guru - gurèë                                 malu - malèë                          ribu - ribèë
   tentu - teuntèë                              palu - palèë                           dan lain-lain.
  1. Bunyi óö bahasa Acèh kadang-kadang menggantikan bunyi i bahasa Indonesia, misalnya:
   puteri    - putróë                              kami - kamóë                         tuli - tulóë
   mandi   - manóë                             jari - jaróë                               laki - lakóë
   kemudi - keumudóë                       puji - pujóë                             ganti - gantóë
   negeri  - nanggróë                         adik - adóë                             dan lain-lain
  1. Bunyi euë bahasa Acèh kadang-kadang menggantikan bunyi a pada suku kedua yang mendahului konsonan penutup bahasa Indonesia, misalnya:
   bulan   - buleuën                        salam - saleuëm                      udang  - udeuëng
   hutan   - uteuën                          atas    - ateuëh                         lintang  - linteuëng
   anak    - aneuëk                         layar   - layeuë                         orang    - ureuëng
   pinang - pineuëng                      papan - papeuën                     dan lain-lain
  1. Bunyi r pada akhir kata bahasa Indonesia, biasanya menjadi hilang dalam bahasa Acèh, misalnya:
   ular - uleuë                              ukur - ukö                                  alur - alue
   kapur - gapu                            layar - layeuë                            dengar- deungó
   sekadar - sekada                    sabar - saba                              dan lain-lain
  1. Bunyi s pada akhir kata bahasa Indonesia, biasanya berubah menjadi bunyi h dalam bahasa Acèh, misalnya:
   habis - abéh                           kipas - kipaïh                             balas - balah
   hangus - angòh                      mas - meuh                               halus - halôh
   tipis - lipéh                              beras - breuëh                          keras - kreuëh
   gelas - glah                            putus - putôh                             harus - harôh
   kapas - gapeuëh                    tikus - tikôh                                Kamis - Haméh
   ramas - ramah                       peras - prah                               tawas - tawah
   ibus - ibôh                              nafas - nafah                             dan lain-lain

Selanjutnya beberapa bunyi (fonem) vocal yang terdapat dalam bahasa Acèh tidak ditemui dalam tatabunyi bahasa Indonesia. Namun demikian bunyi-bunyi itu hamper bersaamaan dengan bunyi (fonem) yang terdapat dalam bahasa lain.

Adapun bunyi-bunyi tersebut adalah: 

A. Vokal Tunggal
  1. ô
Seperti dalam kata: bôh (mengisi), gadôh (lalai) dan lain-lain. Dalam bahasa Indonesia bunyi seperti itu hanya dapat disamakan dengan bunyi o yang terdapat dalam kata: julo-julo, apolo. Sedangkan tanda diakritik tidak digunakan pada vocal o bahasa Indonesia.
  1. ö
Seperti dalam kata: böh (mengisi), gadöh (hilang), gidöng (menginjak). Bunyi ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi sama dengan bunyi ö dalam kata rengö (mendengar), wör (terbang), awerö (mabuk) dalam bahasa Jawa Kuno. Bunyi ini hamper sama pula dengan bunyi ö dalam kata hören (mendengar), schön (cantik) dalam bahasa Jerman.
  1. a
Seperti dalam kata ‘ab (suap), s’ah (bisik), meuh’ai (mahal). Bunyi ini juga tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi hampir sama dengan bunyi konsonan sengau: ain ( ع ) dalam kata : ‘alamun (  علم   ) = (dunia) dalam bahasa Arab.

4.  ‘ i  
Seperti dalam kata: meu’i’i (suara tangis), ‘ibadat (ibadah). Bunyi ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi hampir sama dengan bunyi konsonan: ain dalam kata: ‘isyâun (sore) dalam bahasa Arab.   
5.  eu  
Seperti dalam kata: keudè (kedai), leungó (goyang), areuta (harta). Bunyi inipun tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi sama dengan bunyi eu dalam kata: baheula (dahulu) dalam bahasa Sunda.

6.  ‘ u 
Seperti dalam kata: ön’u (daun kelapa kering), ‘usö (usang), meu’u’u (bunyi angin bertiup). Bunyi (fonem) ini pun tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi hampir sama dengan konsonan ‘u dalam kata  ‘umron (umur) dalam bahasa Arab.

7.  ‘ è
Seperti dalam kata ‘èt (pendek), pa’è (tokek), ‘ètikeuët (niat). Fonem (bunyi) ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi sama dengan bunyi   i  dalam kata: pain (roti) dalam bahasa Perancis.

8.   ‘o
Seperti dalam kata: meu’o’o (mengigau), sy’ob (getik), kh’ob (busuk). Bunyi ini tidak terdapat dari bahasa Indonesia, tetapi sama bunyinya dengan bunyi o dalam kata: maison (rumah) bahasa Perancis.

B.     Vokal Rangkap.

1.   èë
 Seperti dalam kata: Teubèë (tebu), kayèë (kayu), batèë (batu). Bunyi bahasa ini tidak terdapat dalm bahasa Indonesia, tetapi bunyi ë pada èë bertugas sebagai perpanjangan dan diucapkan hamper sama dengan y.

2.    euë
Seperti dalam kata: euë (lapang/mandul), keubeuë (kerbau), uleuë (ular), pageuë (pagar). Bunyi ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi ë kedua pada euë berfungsi atau bertugas sebagai perpanjangan dan diucapkan hampir sama dengan bunyi y.

3.   
Seperti dalam kata:  (air), mië (kucing), sië (daging/potong), liëh (jilat). Bunyi ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi ë pada berfungsi sama dengan bunyi e tersebut di atas yaitu diucapkan seperti bunyi y.

4.    ue
Seperti dalam kata: yue (suruh), sue (ampas), bue (kera), kue (ikat). Bunyi bahasa ini pun tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi e berfungsi sebagai perpanjangan dan diucapkan seperti bunyi w. Bunyi ini hampir sama ucapannya dengan bunyi u dalam kata poor (miskin) bahasa Inggris.

5.    ui.
Seperti dalam kata: bui (babi), phui (ringan), cui (cungkil). Bunyi bahasa ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi i diucapkan seperti y. Bunyi bahasa ini sama ucapannya dengan bunyi uy dalam kata: tuluy (menembus), tamuy (tamu) dalam bahasa Jawa Kuno.

6.    ôi
Seperti dalam kata : bhôi (kue bulo), cangkôi (cangkul), tumpôi (tumpul). Bunyi Bahasa ini pun tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi i sesudah o hampir sama ucapannya dengan bunyi y.
7.   óë
Seperti dalam kata: baróë (kemarin), sagóë (sudut), duróë (duri). Bunyi bahasa ini juga tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi ë berfungsi sebagai sebagai perpanjangan vocal ó dan pada akhir kata diucapkan seperti bunyi w.

8.    ‘ai
Seperti dalam kata: meuh’ai (mahal). Bunyi bahasa ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi i berfungsi sebagai perpanjangan setelah vocal sengau ‘a dan pada akhir kata bunyi i diucapkan seperti bunyi y.

9.    ‘ue
Seperti dalam kata: ‘uet (telan), meu’ue (membajak), neuk’uet (menir). Bunyi bahasa ini pun tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi e berfungsi sebagai perpanjangan setelah vocal ‘u dan pada akhir kata diucapkan seperti bunyi konsonan w.

10. ‘euë
Seperti dalam kata ‘euë (merangkak), Bunyi vocal rangkap ini juga tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi ë berfungsi sebagai perpanjangan setelah vocal sengau ‘eu dan pada akhir kata diucapkan sama dengan konsonan y yang disertai sengau.

11. ‘èë
Seperti dalam kata: jeu‘èë (tampan), peuna‘èë (cari pasal/ulah). Vocal rangkap ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, tetapi bunyi vocal e berfungsi sebagai perpanjangan setelah bunyi vocal sengau ‘è dan pada akhir kata diucapkan sebagai bunyi y.
 
Selain dari bunyi bahasa-bunyi bahasa yang telah disebutkan di atas, perlu kita perhatikan pula cara menulis huruf dalam ejaan bahasa Acèh. Beberapa huruf mempunyai tanda diakritik.

Adapun tanda diakritik itu terdapat pada huruf e dan huruf o yang berfungsi membedakan bunyi ucapannya. Perbedaan ucapan itu akan menyebabkan perbedaan arti kata. Hal itulah yang menyebabkan maka dalam ejaan bahasa Acèh ada tanda aksen aigu dan aksen (accent) grava untuk huruf e dan tanda trema ( ¨ ) untuk huruf o . Selain dari/ialah untuk membedakan suara rendah dan suara tinggi yang terdapat pada huruf o, yang berfungsi membedakan arti kata. Sebagai contoh tanda diakritik yang terdapat dalam bahasa Acèh, misalnya:  èk (tahi), ék (naik/mau), böh (mengisi), bôh (buang), bóh (buah).

Apabila kita perhatikan contoh-contoh tersebut di atas, kiranya tidak akan timbul kekeliruan dalam mengucapkan dan menulis tanda-tanda tersebut, yakni sering bertukarnya tanda aksen sigu dan aksen grave.

Peulandök ngón gógasi
( 1 )

Bak siuróë dipeulandök bak jijak-jak ka meuteumèë sabóh alue di dalam uteuën. Ban jikalón dalam alue nyan jai leupaïh na eungköt raya-raya. Galakji jikeumeung seumeuseuët, teutapi pakriban jiseuët, amak pi sit tan, lóm pi alue nyan hana teulhób. Bit pi meunan jiduek leugat di sipan di ateuëh sabóh tunggók kayèë, lanja jiseumeuseuët ngón babah, miseuë dilèë yöh jiseumeuseuët di laöt.
Na dum cèh ranub sigapu ka jiseumeuseuët sidróëji, ka trók keunan sabóh bui meureungóh, laju jiteumanyóng: ‘hai peuë buet teu nyan Teuku Waki ?”. Ban jideungó lè peulandök teumanyóng bui meunan, laju ka jiseuöt ngón narit meudeungkéng: “Keupeuë nyang peureulèë that kah tanyóng-tanyóng buet kèë. Dikèë natóm kutanyóng buetkah, salang sabé kakueh ateuëng gób”. Sueöt bui: “Hai meungkuteumanyóng mantóng dikèë pi hanjeuët ?, sit beungèhteu lé ?”.
Jikheun lé peulandök: “Leubèh nibak beungèhpi, peuë peureulèë kah tanyóng, ka ka eu teungóh kuseumeuseuët, kukumeung drób dum eungköt bubé-bé raya, keu peuë nyang katanyóng, laén nibak ka keumeung lakèë bulueng”.
Kheun bui: “Bitnyó tapeuröh kèë
Kheun peulandök: “Nyan na meu iseuk ban kukheun, nyóbit ceulaka raya kah, böhmeungnyó kalakèë röh, peuë lóm nyang kadóng han katrön laju kajak lhób”.
Hana lawan mangat até bui ban jideungó meunan, laju ka jitren lam ië jijak seumeulhób.
Teungóh-teungóh jiseumeulhób, ka trôk keunan sabóh rimuëng. Ban jikalón bui teungóh peugèt ateuëng neulhób, jikeumeung seumeuseuët, lanja jikheun: “O !, tapeuröhku sidróë sajan gata, mangat taseumeuseuët dua-duateu”.
Seuôt bui: “bèk bak kèë talakèë, keudéh bak “Teuku Waki” tatanyóng meudikèë pi alah na góbnyan peuröh”.
Kheun rimuëng: “Tapeuröh kèë o “Teuku Waki” seumeuseuët ?”.
Seuöt peulandök: “Pakri bunóë kón butakeu hana leumah ka eu kèë, aneuëk mata matakeu ceureuléb nyan ?:.
Kheun rimuëng: “Alah tapeumeu’ah hai “Teuku Waki”, bit-bit hana kukalón gata”.
Seuöt peulandök: “Atra rö watèë kajak dikah matakeu lam lungkiek pha pakri leumah ka eu sapeuë”. (Bersambung). 

Perbendaharaan kata.
 
1.    a. bak = pada, di.
Contoh pemakaiannya:
-   Bak siuróë peulandök bak jijak-jak ka meuteumèë ……..
-   Cicèm jimeu eumpung bak cabeuëng kayèë.
 
b. bak = ketika, waktu.
Contoh pemakaiannya
-   Bak siuróë peulandök bak jijak-jak ka meuteumèë ……..

-   Bak lönwóë u gampöng lön puwóë dabeuëh lön bandum.

c. bak = pokok, pohon, batang.
    Contoh pemakaiannya:
     -       Le that bak mamplam lam lampöih nyan.
     -       Padum bak, bak u lam lampöih gata ?.
 
d. bak = dalam (bulan, tahun).
    Contoh pemakaiannya:
     -       Bak buleuën nyóë geutanyóë tatreun u blang.
     -       Dunék geutanyóë geupuga prang jameun ngón kaphé bak thön 1873, bak uróë
          sa  buleuën Apeuril.
 
e. bak = supaya. Kadang-kadang bak menjadi beu atau bu.
    Contoh pemakaiannya:
    -       Bèk tuwóteu singóh keu lön bak na pèng.
    -       Kamóë lakèë bandum bak Ilahi, gata bandum bak seulamat watèë tajak, ngón bak 
         seulamat sit watèë tagisa.
    -       Bumangat asóë ngón beuseunang até.
 
2.    Galak = suka, ingin, senang, gemar.
Contoh pemakaiannya:
-       Galakji jikeumeu seumeuseuët.
-       Aneuk nyan galak that keu layang.
-       Ban geubri meneu’én galakji lagóë na.
-       Ureuëng galak meujudi, papa.
 
3.    Seuët = menguras, mengeringkan.
S’euët = menampi.
Contoh pemakaiannya:
-       Tröh u rumóh lön bantu ma, lön s’euët breuëh.
-       Si Dara jiduek bak jingki jis’euët breuëh ngón jitampóë padé seuneuba.
 
meuteumèë        = mendapat, menemui.                   trök                = tiba
tanyóng              = tanya                                            treun/trön       = turun
peulandök          = kancil                                            gôgasi            = raksasa
haba                   = ceritera                                         röh                 = ikut serta
böhmeungnyó    = kalaulah                                        lanja, laju       = segera, terus
jak                      = pergi                                              jak-jak           = berjalan-jalan
seuöt                  = jawab                                            kueh              = gali
iseuëk                 = meleset, geser, pindah                drôb               = tangkap
lakèë                   = meminta, mengharap                  lungkiek         = celah
ateuëng              = pematang                                     buet               = pekerjaan
bunóëkón            = bukankah tadi                              ceureuléb      = rabun (mata)
 
Tata Bahasa
Ejaan Bahasa Acèh
 
Ejaan ialah pelambangan bunyi (fonem) dengan huruf. Pelambangan bunyi bahasa dengan huruf ini merupakan penentuan tata bunyi bahasa untuk menyusun abjad atau ejaan sesuatu bahasa.
 
Ejaan Bahasa Acèh yang digunakan yang digunakan dalam pembelajaran ini telah disesuaikan dengan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
 
Abjad Bahasa Acèh yang disempurnakan adalah sebagai berikut:
 
Huruf                         Ucapan                     Huruf                         Ucapan
A     a                              a                            K     k                           ka
B     b                                                        L      l                            èl
C     c                              tjé                          M    m                           ém
D     d                                                        N     n                           én
E     e                              ê                            O     o                            o
F     f                               èf                           P     p                           
G     g                                                       R     r                             ér
H     h                             ha                          S     s                             és
I       i                               i                            T     t                             
J      j                                                         U    u                              u
K     k                              ka                         W   w                             
 
1.    Vokal

  1.  a,  aduen,  sa,  gura.                                  è.èk,  ulè,  gèt
    e.   beuhe,  le,  tahe,  bae.                               o.   boh,  kitok,  gatok.
    eu. euntreut,  aneuk.                                        ö.   böh,  gadöh,  palöh.
     I.    Ikat,  bit-bit,  ubit.                                        ó.   bóh,  gadóh,  keubóh.
     é.  éh,  beutéh,  até.                                        u.    karu,  ubé,  sugöt.
 
2.    Vokal sengau
‘a.   s’ah,  meu’ah,  naph’ah.                           ‘è.    ‘èt,  pa’ è,  ‘èktidai.
‘i.    meu’i-‘I,  ‘isya,  sa’i.                                  ‘o.    kh’ob,  meuh’ob,  ‘oh
‘u.   meu’u-‘u,  ‘am-‘um.
3.    Diftong.
ai.     sai,  kapai,  awai.                                     ui.    apui,  bui,  phui.
ië.     ie,  mie,  leupie.                                       ue.   ue,  alue,  takue,  uet. 
èë.    ulèë,  batèë,  cagèë.                                öi.    töi,  beutöi,  cangköi.                          
     euë.  Aleuë,  ukheuë,  pageuë.                         óë.   duróë,  sagóë,  palóë .
 
4.    Diftong Sengau.
‘ai.     meuh’ai,  keureuny’ai.
‘èë.    ‘èërat,  ‘èë-‘èë,  ‘èëlia.
‘euë.  ‘euë,  meu’euët-‘euët,  peu’euët’euët.
‘ue,    ôn’ue,  meu’ue,  ‘uet,  meuneu’ue.
5.    Konsonan yang tidak berubah
          b.    cuba,  ba,  keubai.                                ng.    ngieng,  mangat,  ngui.    
          d.    dapu,  guda,  cuda.                                p.     peuë,  peukan,  lampöih.
     g.    galak,  saga,  gèt.                                  r.     ranub,  rab,  rót,  rakan.
          h.    harab,  haba,  hu.                                  s.     sa,  gasa,  saweue.
k.    kulat,  takue,  kue.                                 t.     tanyóng,  atra,  kulat.
l.     lalat,  lutöng.  Leuëk.                             f.     fana,  fatihah,  safa.
m.   ma,  móë,  kamóë.                               W.     wa,  wóë,  wali, 
n.    naleuëng,  na, hana.

6.    Konsonan yang berubah.
Lama:                                                                  Baru:
ch.   chanduri,  chaluet.                                        kh.   Khanduri,  khaluet.
dj.    djaróë, djak, djén.                                            j.   jaróë, jak, jén.
j.      jub, jum, laju.                                                  y.   yub, yum, layu.
nj.   njan, njóë, nj’ue.                                            ny.   nyan, nyóë, ny’ue.
sj.   sjarat, sjarikat,                                               sy.   syarat, syarikat.
tj.    tjuda, tjeukén, tjuba.                                        c.   cuda, ceukén, cuba.
Dalam tatabunyi bahasa Acèh terdapat konsonan rangkap. Konsonan rangkap (cluster) tersebut selain terdapat pada permulaan kata juga terdapat di tengah kata. Konsonan rangkap pada permulaan kata, huruf keduanya hanya terbatas pada huruf: r, l dan h.
Penulisan Kata
1.    Kata Dasar.
Tiap-tiap kata yang berupa kata dasar baik bersuku satu maupun bersuku dua, ditulis serangkai sebagai satu satuan, misalnya:
-       Ureuëng jak u peukan.
-       Hana sóë eu piasan raya.
-       Kaméng ‘euë ateuëh tutue.
-       Leumó nyan ka euë, tapublóë keudéh !.
2.    Kata Jadian.
 
a.     Kata berimbuhan awalan baik imbuhan awalan kata ganti orang maupun imbuhan awalan lainnya, ditulis serangkai jika huruf pertama kata dasar mulai dengan huruf konsonan. Imbuhan awalan tidak ditulis serangkai dengan kata dasarnya jika huruf pertama kata dasarnya mulai dengan huruf vocal (-u- dan –i-  a - bagi awalan yang berakhir huruf –u dan kata –eu-/lihat) ditulis terpisah dengan semua awalan.
 
1.    Ditulis serangkai :
-     Bèk tameusóm lam peuneucöt.
-     Bulèe manók nyan meukuréng batèë.
-     Nyóë teungui keu peularéh barang mantóng.
-     Bak lön pajöh bu teukab bibi.
-     Gata tajak u blang jinóë siat.
-     Beurijang tapulang kitab nyan.
2.    Tidak ditulis serangkai :
-     “Nyan na meu iseuk bak kukheun,……..”
-     Kubang nyan hana meu ië lé.
-     Ureuëng nyan pat geumeu ubat, rijang puléh lagóë.
-     “ ka ka eu teungóh kuseumeuseuët……” 
-     Layang nyan han ji eu ka rhöt keudróëji.
-     Asèë meu iku.
b.  Kata berimbuhan awalan dan akhiran atau berimbuhan sisipan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, misalnya :
-     Teuma geusipat peudati han meusalahan ban jikata.
-     Lampöih nyóë peuninggalan ayah kamóë.
-     Lam hai nyóë kamóë mupeuék peungaduan.
-     Geumalèë keu pakaian, geutaköt keu angkatan.
-     Pat rumóhteu.
-     Na ayahkeu di meunasah ?.
-     Bak urëë raya geupeugèt peunajöh.
-     Di blang na ureuëng keumeukóh.
-     Gata tajak wóë jinóë laju.
-     Bèk tapubagah jak bak ureuëng ka tuha.
3.    Kata Ulang.
Kata ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung, misalnya:
-       Jak-jak, peuleuheuën-peuleuheuën, ‘am-‘um, tam-tum, duek-duek dan lain-lain.
4.    Kata Majemuk.
Bagian-bagian dari kata majemuk ditulis terpisah, misalnya, tuleuëng gasien, inóng pageuë, inóng gutèë, teubai muka, bu beuheuëk, duek keubu, langkah siribèë, dan lain-lain.
 
5.    Kata depan.
Kata depan: di, keu, u, dan bak, jika berfungsi sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, misalnya :
-       “…..miseuë di lèë, yöh jiseumeseuët di laöt.
-       Teungku neubri kitab keu lön, keu jih neubri peuë laén.
-       Kamóë muwóë u rumóh.
-       Si Agam góhlóm jiwóë bak sikula.
 
6.    Tekanan Kata dan Kalimat.
Tekanan kata bahasa Acèh sama dengan bahasa Indonesia yakni jatuh pada suku kata terakhir. Kata yang besuku kata tiga menjadi bersuku kata dua dalam bahasa Indonesia dan kata bersuku dua bahasa Acèh, karena pengaruh tekanan menjadi bersuku satu, misalnya :
Bahasa Indonesia                                            Bahasa Aceh
-       tahadi - menjadi   - tadi.                               -  tahu - menjadi     -  thèë, tu.
-       sahaya -  menjadi   - saya.                          -  tahan - menjadi   -  theun.
-       bahagia - menjadi – bagia.                          -  kerat - menjadi    -  kr’eut.
-       bahasa - menjadi  -  basa.                           -  beras – menjadi  -  breuëh.
     dan lain-lain.
Selain tekanan yang menyebabkan sesuatu kata itu terjadi ringkas atau pendek seperti tersebut di atas, tekanan kata bahasa Acèh agaknya lebih tegas dan dinamis jika kita bendingkan dengan bahasa Indonesia.
 
Dalam bahasa Acèh terdapat pula beberapa kata yang dapat berfungsi memberi tekanan terhadap sesuatu kata yang dipentingkan atau diutamakan dalam rangkaian atau susunan kalimat, misalnya kata :
 
  1. lagóë.
  2. kaman.
  3. keudéh
  4. aléh.
  5. Keuh/keu.
  6. Ka palóë.
  7. rö
  8. sit/cit.
  9. beuh.
  10. Böh.
Kata-kata di atas acapkali digunakan dalam kalimat, baik berisi perintah, seruan maupun dalam kalimat berita. Kata tersebut sering dapat disamakan dengan kata: lah, kedalam bahasa Indonesia, misalnya :

  1. Jeumót that lagóë aneuk nyan ( Rajin benarlah anak itu ).
  2. Lagèe nyóë lagóë bahsa Acèh ( Seperti inilah bahasa Acèh ).
  3. Na lagóë !. (Ada ! )
  4. Mangat that lagóë tabeuet bahsa Acèh ( Amat mudah belajar bahasa Acèh).
  5. Jak kaman kah dilèë ( Pergilah engkau dahulu ).
  6. Kah kaman jak dilèë ( Engkaulah pergi dahulu ).
  7. Cok kaman ( Ambillah ).
  8. Hóm kaman hóm ! ( Entahlah ! ).
  9. Böh keudéh ! ( Isilah ! ).
  10. Bóh keudéh ! ( Buanglah ! ).
  11. Péh aléh ! ( Gilinglah ).
  12. Pèh aléh tambö ! ( Pukullah beduk ! ).
  13. Nyan jrakeuh ! (Rasakan itu ! ).
  14. Ka keuh ! ( Sudahlah ! ).
  15. Ka palóë geutanyóë ! ( Celakalah kita ! ).
  16. Nyan palóë keu euntreut ! ( Celakalah engkau nanti ! )
  17. Digob rö hana meunan ! ( Orang tidaklah begitu ! ).
  18. Nyóë rö meunan ! ( Betulkah begitu ! ).
  19. Sit meukah nyang peugah meunan ! ( Hanya engkaulah yang mengatakan begitu ! ).
  20. Cit tan, peuë jipruk ! ( Memanglah tidak, apa omongnya (itu) ! ).
  21. Böh jeuet ! ( Bolehlah ! ).
  22. Kawóë bagaih, beuh ! ( Segera pulang, ya ! ).
   Catatan: Kata yang bergaris adalah kata yang dipentingkan dan mendapat tekanan.

Selanjutnya, seringkali pula sesuatu kata yang dipentingkan dalam susunan     kalimat itu diulang atau diberi perulangan penyebutannya dalam kalimat, misalnya :

-       Bèk jak-jak keunan !. ( Jangan pergi ke sana ! ).
-       Sóë mat-mat kitab nyóë ! ( Siapa pegang buku ini ! ).
-       Peuë duek-duek mantóng nyan ! ( Mengapa duduk saja ! ).
-       Bèk peugah-peugah ! ( Jangan katakan ! ).

Peribahasa.
1.  Bak si sulét uteuën pi luwah, bak si malah raya that dawa.
     Pada pendusta hutan pun luas, pada si malas banyak alasannya.
    Penipu itu banyak sekali tipu muslihatnya dan tidak takut apa apa, pemalas banyak dalihnya untuk tidak bekerja.

2.  Bak taduek mupayéh, bak taéh mupaya.
     Tempat duduk berserakan, tempat tidur kacau balau.
     Kiasannya,   dikatakan  kepada  orang  yang  suka  mengganggu atau merusak usaha orang lain.

3.  Jak rang jak bintéh, jak pha jak gatéh.
     Jalan/bergerak tiang bergerak dinding, bergerak paha bergerak betis.
    Kiasannya, orang yang ikut-ikutan. Orang miskin yang ikut-ikutan menyamakan diri dengan orang besar/kaya tentu akan mengalami kesengsaraan.

4.  Meungnyóë tablóë bajèë, taukö bak badan dróëteu dilèë.
     Kalau membeli baju, ukurlah di badan sendiri dahulu.
    Kiasannya: Tiap-tiap pekerjaan haruslah dilakukan dengan pertimbangan yang tepat. Misalnya, jangan menyalahkan orang lain sebelum lebih dahulu menilai diri sendiri apakah benar atau tidak.

5.  Hana tupeuë bahsa.
     Tak tahu bahasa.
    Kiasannya: orang yang tak tahu duduk perkara dalam suatu persoalan, yang diduga orang lain dia juga mengetahuinya. Jika orang bertanya tentang masalah itu kepadanya, dia menjawab: “Dilön hana lön tupeu bahsa”.

6.  Peunyakét bèk tamita, bahya bèk talakèë.
     Penyakit jangan dicari, bahaya jangan diminta.
     Kiasannya: Janganlah hendaknya kita mencari-cari kesuasahan.

7.  Galak that tapeuruntöh tamón gob.
     Suka benar engkau meruntuhkan timbunan orang.
    Kiasannya: dikatakan kepada orang yang suka mengganggu atau merusakkan usaha orang lain.

8.  Lagèë bue teungeut.
     Seperti kera tidur.
   Kiasannya:  orang  bodoh  yang tak  tahu apapun dan tidak pula suka memperhatikan keadaan yang berlaku disekitarnya.

9.  Nabsu eungköt kón laöt luah.
     Nafsu (kehendak) ikan bukankah lautan luas.
    Kiasannya: manusia senantiasa suka kepada sesuatu yang berlebih dari pada yang berkurang.

10.   Blè ban kilat, brat ban batèë.
     Cahaya seperti cahaya kilat, berat seperti batu.
            Dikiaskan kepada ketangkasan dan kehebatan pahlawan yang capak dan cerdik.


Peulandök ngón gôgasi
( 2 )

Kheun rimuëng lóm: “ Digata watèë beungèhteu keu gób beungèh bit-bit ro beungèh, teutapi tapeuröh kèë seumeuseuët”.
Seuöt peulandök: “Teuma meungnyó kalakèë röh kah. Peuë lóm kadóng, han kajak mita amak mangat taseumeuseuët”.
Yöhnyan dirimuëng pi jijak mita amak dalam gampöng, sira jiriwang meuteumèë sabóh gajah, teuma jitanyóng lé gajah:  “Hó tamè amak nyan teuku beuransah ?”
Seuöt rimuëng: “Kukeumeung jak seumeuseuët, jéhpat ngón peulandök”.
Kheun gajah: “O, bahlé kuseutót kèë sidróë sajan gata”.
Seuöt rimuëng: “Peuë salah teuma, tajak hanjeuët”.

Yöhnyan ka jijak leugat meu iköt-iköt bak teumpat seumeuseuët. Ban jikalón lé  peulandök rimuëng ka jiriwang sajan ngón saboh gajah leugat ka jimarit : “Hai aneuk lém paléh, keupeuë nyang kajak ba meulatang keundó ceulaka nyan, han jitém sapeuë tungang lagèë peuë-peuë”.
Jideungó lé gajah kheun peulandök meunan. Yöhnyan ka jiseuöt leugat : “Pajan ro nyang han kutém sapeuë tapeugah, bit beureukah raya gata Teuku Waki !”.
Kheun peulandök: “Böh meungnyó bit-bit kah jeumót, peue lóm kadóng teuma, han ka trön laju lam alue kajak seumeuseuët”.
Yöhnyan laju digajah jitreun jijak seumeuseuët, meugantóë-gantóë ngón rimuëng ngón bui. Dipeulandök pi jibantu lé seun-seun sigóë jiseumeuseuët ngón babah, sira jiduek di cöng cidue, “cak grum, thö- thö kréng”.
Na sikeujab jiseumeuseuët ngón sunggöh-sunggöh até, alue nyan pi ka thö. Takalönkeu eungköt mèt-möt, jai leupah na, na nyang bubé sapai, nan yang bubé pha, ladöm na sit nyang ubit-ubit lóm nibak nyan.
Teuma jikheun lé peulandök ubak lhèë meulatang laén : “Peuë nyang kaseuët sabé, hana ka eu ië ka thö, pakón nyang han katreun laju kajak drób eungköt jéh, hana ka eu meugriwa-griwa dum”.
Rimuëng, gajah seureuta ngón bui, ban lhèë jih leugat ka jitreun jijak keumeukueb, jidrob eungköt seun-seun saboh, meujan-jan na sit nyang dua-dua.
Ri-ri nyang jituemèë bandum jiglawa u darat leup’èk-leup’ok. Na saboh eungköt bacé rayaji bubé tamèh jikueb lé rimuëng, lanja jitreung u darat, rhöt di keuë peulandök. Ban rhöt meuleup’ok di keuëji, yöhnyan dipeulandök teukeujöt lagèë raya, seureuta jikheun : “………….. ( bersambung )

A.     Perbendaharaan kata
 
1.      di  -  menyatakan pelbagai arti :
 
a. di = kata sandang/artikel penentu, hampir sama dengan the dalam bahasa Inggris, misalnya: the book = buku yang tertentu dikenal oleh pembicara. Atau sangkut pautnya sesuatu yang dikenal pembicara.
-    Digata watèë beungèhteu keu gob, beungèh bit-bit.
-     Meungna dilön, na digata.

b.    di  =  tempat.
     -     Sóë na di rumóh ?.
     -     Di sinóë jameun geupula lada.

c.    di  =  sejak, waktu.
-     Di manyakkón aneuk nyan sabé sakét-sakét.
-     Kameureunóë bubit-bit kón ka kupeugah diphön kón !.
d.    di  =  syah ( sekarang sudah jarang digunakan ).
-    Na geuwóë Di ka di meuseujid ?.
-    Di hana di rumóh, ka neujak u lampöih.

2.      röh  -  juga menyatakan pelbagai arti :

a.    röh = tidak sengaja.
-   Ka röh jaróëlön lam kuwah.
-   Bak jijak-jijak ka röh gakiji lam tumpök èk leumô.

b.    röh = mendapat.
-   Le that röh eungköt lam pukat.
-   Lön pubuet ubé röh, mangat rijang.

c.    röh = betul, sesuai.
-   Hana röh lom jibeuet aneuk nyan.
-   Meudéh han röh, meunóë pi han röh, pakri sit ban lön.

d.    röh = ikut, turut serta.
-   “Bitnyó, tepeuröhë sidróë…..”.

3.      Perhatikanlah arti kata “böh” dalam kalimat-kalimat di bawah ini :
-     Watèë tajak u blang, taböh bu keu lön lam balang.
-     Ija nyóë taböh lam mari.
    “böh” dalam kalimat di atas = mengisikan, menyimpan.
-     Peulana guda taböh bak rueng guda.
-     Keubeuë geuböh lang’ai watèë geumu’uë.
    “böh” dalam kalimat di atas = memasang.
-     Si Ali jiböh nanji bak kitabji nyang barö jiblóë.
-     Na neuböh sira ka bak kuwah ?.
böh” dalam kalimat di atas = memberi, membubuhi.
-     Sóë taböh keu pawang bak pukat geutanyóë ?.
-     Gobnyan ka geuböh keu keuchik lam gampöng kamóë
    böh” dalam kalimat di atas = diangkat, dijadikan.
-     Ka lheuh geuböh khanduri, neuyue langkah jamèë u rumóh.
-     Taböh ië sabóh glah, hai ! grahku that-that ka.
    böh” dalam kalimat di atas = sajikan, hidangkan.
-    Böh meungnyó kalakèë röh, peu lom kadóng”.
-     Böh meunan pi jeuët sit.
-     Böh bak lönjak, böh bak lönduek, teu ingat sabé keu haba nyan.
    böh” dalam kalimat di atas = lah, pun, sambil atau baik
 
4.    a. seutót = ikut, turut.
  -   “Bahlé kuseutótë sidróë sajan gata.”
  -   Aneuk nyóë kuat that seutót maji.

b.  seutót = menular, merambat.
   -   Peunyakét nyan ka jiseutót bansabóh gampöng.
   -   Bak pik jiseutót tawö

c.  seutót = mencari.
   -   Kaseutót siat garilön ka gadóh.
   -   Si Agam jijak seutót keubeuë u glé.

      riwang           = kembali, pulang
      jeumót           = rajin, giat.
      marit              = ucapkan, katakana.
      narit               = ucapan, perkataan.
      griwa             = melawan-lawan.
      rhöt/sört        = jatuh
      tungang        = bengal, keras kepala.
      ubit/bubit       = kecil.
      pat                = di mana.
      treuëng         = ( di sini ) lempar
     kueb              = meraba dalam air/lumpur untuk mencari/menangkap ikan.
     rhóm/sróm/glawa  = melempar.
     Seun-seun sigó     = sekali-sekali.
     Dóng                     = tegak, berdiri.
     Tém                      = mau.
     Tiek                       = campak.
     Thö                        = kering.
     Leugat                   = segera.
     Keidéh                   = ke sana.

5.    Teuma = setelah itu, kemudian, sekali, lalu, selanjutnya.
      Coba terangkan arti kata “teuma” dalam kalimat-kalimat dibawah ini :

-     Ban tröh lön u peukan, teuma lönblóë campli, pisang ngón u.
-     Teuma geukheun, góbnyan singóh geukeumeung jak keunóë.
-     Phön ka puléh, ‘oh lheuh nyan sakét teuma.
-     Meungnyó kalakèë meu’ah jeuët kupeumeu’ah, teuma kupeugah bak kah singóh-ngóh bèk lé lagèë nyan.
-     Teuma haba pi ka habéh, malam pi ka jula.

-     peugah                 = katakan, ceritakan.
-     neulhób                = bendungan, tanggul.
-     seuneulhób          = bendungan, irigasi.
-     amak                    = timba yang benar terbuat dari pelepah pinang.
-     hana, han, tan      = tidak ada, tidak, bukan.
-     bit-bit                    = betul/benar-benar.
-     mita                      = mencari, berusaha.
-     aneuk lém paléh   = anak celaka.
-     alue                       = alur.
-     sajan                     = bersama, beserta.
-     berakah                = omong kosong.
-     meungnyó            = kalau, jika, sekiranya.
-     mangat                 = supaya, enak.
-                             = “dóng” dalam dialek bahasa Melayu Jakarta, dan memberi  
                                   tekanan kata sebelumnya.

A. Tata Bahasa.
Jenis Kata
1.    Kata Kerja.
Kata kerja ialah kata yang menyatakan gerak, kerja atau perbuatan. Bentuk kata kerja dalam bahasa Aceh terbagi atas :
 
A. Kata kerja dasar.
Kata kerja dasar dalam bahasa Aceh kebanyakan bersuku satu, tetapi ada juga yang bersuku dua. Kata kerja bersuku satu, misalnya : jak, tak, kab, döng, duek, ngieng, mat, lhôn, tôb, tob, , tiek, sôh, s’ah, dan lain-lain. Kata kerja bersuku dua,    misalnya : puga, pula, pajôh, mu’ue, langue, piyôh, sipak, lantak, gusuek, taguen, puliek, dan lain-lain.
Berbeda dengan kata kerja dalam bahasa Indonesia, kata kerja dalam bahasa Aceh senantiasa berimbuhan kata ganti orang, bila kata kerja itu terdapat dalam hubungan kalimat. Imbuhan kata ganti itu biasanya berupa imbuhan awalan. Memang imbuhan awalan kata ganti orang itu dapat dirasakan sebagai penghubung atau pengulangan subyek kalimat, tetapi ia dapat diterjemahkan sebagai imbuhan awalan : me, ber, atau di kedalam bahasa Indonesia, misalnya :
 
a.    Si Gam jikoh padé.
b.    Padé jikoh lé si Agam.
c.    Aneuk miet jimeu’èn-meu’èn.
d.    Gata tapajôh bu dilèe !.

Imbuhan kata ganti orang yang dirangkaikan pada kerja dalam kalimat tersebut di atas tidaklah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seperti ini :
 
a.    Si Gam dia potong padi, melainkan: Si Gam memotong padi.
b.    Padi dia potong oleh si Gam, melainkan : Padi dipotong oleh si Gam.
c.    Anak kecil dia main-main, melainkan: Anak kecil bermain-main.
d.    Engkau kau makan dahulu !, melainkan: Engkau makan dahulu !.
 
Pada beberapa kata kerja bahkan imbuhan awalan kata ganti orang itu dapat ditiadakan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, seperti pada contoh kalimat d tersebut di atas.

B. Kata kerja berimbuhan.
Kata kerja berimbuhan atau turunan, dibentuk dengan memberi imbuhan awalan: meu, bagi kata kerja yang dapat menerima awalan meu, awalan: peu, awalan: teu, dan sisipan eum bagi kata kerja yang dapat menerima sisipan eum.
Menurut fungsinya kata kerja itu terbagi atas kata kerja  aktif transitif dan kata kerja intransitif. Kata kerja aktif transitif ialah kata kerja yang memerlukan pelengkap atau obyek, sedangkan kata kerja intransitive ialah kata kerja yang tidak memerlukan pelengkap atau obyek.
 
    Contoh :
a.    Góbnyan geupajôh bu (Kata kerja aktif transitif).
    Dia makan nasi.
b.    Kah kawoe u rumóh (kata kerja aktif intransitif).
    Engkau pulang ke rumah.
c.    Kawoe kah u rumoh = Pulanglah engkau ke rumah.
 
Pada kalimat aktif intransitive, subyek kalimat dapat terdiri di permulaan kalimat atau sesudah kata kerja yang berfungsi sebagai predikat kalimat, seperti pada contoh kalimat c di atas. Sedangkan pada kalimat berkata kerja aktif transitif, hal demikian tidak lazim terjadi.
Kata kerja dalam bentuk perintah, biasanya digunakan kata kerja dasar saja, misalnya: poh !, rhom !, pagab !, dan lain-lain. Untuk menegaskan perintah, biasanya kata: keudéh atau aléh digunakan sedudah kata kerja, misalnya : poh keudéh ! atau jak aléh röt ……jak !.
Pembentukan kata benda dari kata kerja sehingga dapat berfungsi sebagai perdikat nominal atau subyek nominal, bahasa Indonesia antara lain menggunakan akhiran nya pada kata kerja, misalnya : Larinya cepat, atau kuda itu larinya cepat. Dalam bahasa Acèh tidak dapat dibentuk seperti itu. Jadi bukan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia: Pluengji tajam melainkan: Jiplueng tajam atau tajam jiplueng dan bukan : Guda nyan tajam jipluengji melainkan: Gudanyan tajam jiplueng.

Demikian pula halnya pada kalimat, misalnya:
-  Tajam that jijak = Cepat benar jalannya, bukan: Tajam that jakji.
-  Hana jiseuôt geuteumanyong = Tidak dijawab pertanyaannya, bukan: Hana jiseuôt teumenyónggeu.

Berdasarkan contoh-contoh di atas dapatlah kita ketahui bahwa dalam bahasa Aceh juga terdapat kata kerja yang berfungsi sebagai predikat nominal, tetapi cara pembentukannya berbeda dengan bahasa Indonesia.

2.    Kata Benda
Kata benda ialah kata yang menyatakan benda. Kata benda terbagi atas dua golongan, yaitu kata benda berwujud dan kata benda tak berwujud.

a.    Kata benda berwujud, ialah kata benda yang dapat dicapai dengan pancaindra dan terbagi pula atas tiga jenis :
1.   Kata benda nama diri, misalnya: Kopelma Darussalam, Krueng Peudada, Usén, Amat, Silawah Inong, Idi dan lain-lain.
2.    Kata benda nama zat, misalnya: beusoe, pirak, meuh, atôm dan lain-lain.
3.   Kata benda nama jenis, misalnya: eungkôt, cicém, sidom, kitab, inöng, agam dan lain-lain.
 
b.    Kata benda tak berwujud, ialah kata benda yang tak dapat dicapai dengan pancaindra, misalnya: jén, meungab (roh), malaikat, burông tujôh dan lain-lain.

Dalam bahasa Indonesia kata tak berwujud ini  biasanya dibentuk dengan imbuhan: pean atau kean , misalnya: pekerjaan, ketinggian, ketidak adilan dan lain-lain. Kata-kata: pengaduan, pertemuan, keubajikan dan lain yang terdapat dalam bahasa Acèh adalah pengaruh bahasa Indonesia ke dalam bahasa Acèh.

          Imbuhan Pembentuk bentuk kata benda
Imbuhan pembentuk kata benda dalam bahasa Acèh adalah awalan peu,  peu – an, keu – an, dan neu. Sisipan: eun.
    Contoh:
    peujaroe        =  penyerahan.
    peularéh        =  alat pelaris.
    peungaduan  =  pengaduan.
    keubajikan     =  kebajikan.
    neumat          =  pegangan.
    neukue          = ikatan.
    peunajôh       = makanan
    dan lain-lain.
Selain dari imbuhan tersebut di atas, imbuhan awalan kata ganti orang ketiga: ji dan geu seperti telah diterangkan pada bagian kata kerja, dapat juga membentuk kata benda dari kata kerja
Kata benda nama jenis untuk menyatakan kelamin, bahasa aceh menggunakan kata inong untuk jenis perempuan dan kata agam untuk jenis lelaki. Pemakaian kata-kata itu tidak terbatas untuk manusia saja, tetapi juga untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bahasa Indonesia dalam hal ini membedakan pemakaian kata lelaki untuk manusia dan kata jantan untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan. Demikian pula kata perempuan/wanita untuk manusia dan betina untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Kata-kata: binoe, sambinoe (sekarang kata-kata ini sudah jarang digunakan) dan juga inong, dalam bahasa Indonesia berarti isteri. Kata-kata lakoe atau samlakoe berarti suami dalam bahasa Indonesia. Jenis kelamin netral ialah: darèe atau konsa dalam bahasa Indonesia disebut banci. Kata agam dan inong digunakan juga sebagai nama panggilan kepada anak-anak. Anak lelaki panggilannya “agam” dan anak perempuan panggilannya “inong” atau “si inong”.

3.    Kata sifat atau keadaan
Suatu kata yang memberi keterangan kepada kata benda disebut kata sifat atau keadaan.
Dalam bahasa Acèh kata sifat itu dapat terdiri dari kata dasar dan kata berimbuhan atau turunan. Kata sifat kata dasar, misalnya: itam, putéh, manyang, panyang, ubit, rayeuk, kunéng, keulabèe, kuréng batèe dan lain-lain.
Sebagai kata yang memberi keterangan kepada kata benda, kata sifat itu senantiasa terletak di belakang kata benda, misalnya: ureung tuha, rumoh rayeuk, mon tuha, leumo capiek, lungkèe ie seuk dan lain-lain.
Kata sifat yang menyatakan perbandingan tingkat, dalam bahasa Acèh digunakan kata: sabé, saban, leubéh, nibak dan that. Penggunaan kata-kata tersebut dalah sebagai berikut :

Sabé: digunakan untuk menyatakan perbandingan ukuran atau benda yang sama tingkatnya, baik yang kecil maupun yang besar, misalnya :
a.  Si Ali sabé rayeuk ngon si Razi, atau
b.  Si Ali ngon si Razi sabé rayeuk, atau
c.  Sabé rayeuk si Ali ngon si Razi.
 
Saban: dipakai   untuk   menyatakan   perbandingan  rupa  atau  hal  benda  yang  sama tingkatnya, misalnya :  
a.  Si Amat saban rupa ngon si Tazuddin, atau
b.  Si Amat ngon si Tazzuddin saban rupa, atau
c.  Saban rupa si Amat ngon si Tazzuddin.

Leubéh / nibak, digunakan untuk menyatakan perbandingan lebih antara
                          benda-benda, misalnya :
a.  Si Hasan leubèh rayeuk ngon si Husén.
b.  Si Hasan ngon si Husén rayeuk si Husén.
c.  Leubèh rayeuk si Hasan ngon si Husén.
d.  Si Hasan rayeuk nibak si Husén.

 
That :  digunakan untuk  menyatakan  perbandingan paling, ditempatkan di muka atau di belakang kata benda bandingan, misalnya :
a.  Si Hasan nyang rayeuk that.
b.  Si Hasan nyang that tuha, atawa nyang tuha that.

Kata sifat dapat dibentuk dengan menggunakan imbuhan : meu, peu, teu, dan keu – an yang berasal dari pengaruh bahasa Indonesia ke dalam bahasa Acèh. Seterusnya lihat uraian pada imbuhan-imbuhan tersebut.

4.    Kata ganti
Kata ganti ialah kata yang menggantikan atau yang menunjukkan kata benda. Kata ganti terbagi atas :
    a.  Kata ganti orang.
         Didalam bahasa Aceh terdapat kata ganti orang sebagai berikut :
   1.  Kata ganti orang ke-1 tunggal: lôn, ulôn tuan, ulôn dan kèe.
   2.  Kata ganti orang ke-1 jamak: geutanyoe, kamoe.
   3.  Kata ganti orang ke-2 tunggal dan jamak: gata, droeneu, kah.
   4.  Kata ganti orang ke-3 tunggal dan jamak: ji, jih, gobnyan.

Kata ganti orang dapat berfungsi sebagai:
a. Awalan kata ganti.
1. Kata ganti orang ke-1 tunggal : kèe, menjadi awalan : ku.
                                                    : ulôn, menjadi awalan : lôn.
                                                    : ulôn tuan, menjadi awalan : lôntuan.
                                                    : lôn, menjadi awalan : lôn
    Kata ganti orang ke-1 jamak  : kamoe, menjadi awalan : meu.
                                                   : geutanyoe, menjadi awalan : ta

2. Kata ganti orang ke-2 tunggal: gata, menjadi awalan : ta.dan jamak
                                                   : droeneu, menjadi awalan : neu.
                                                   : kah, menjadi awalan : ka.

3. Kata ganti orang ke-3 tunggal : ji (h), menjadi awalan: ji.dan jamak 
                                                    : gobnyan, menjadi awalan : geu.

                b. Akhiran kata ganti untuk menyatakan milik atau obyek.
 1. Kata ganti orang ke-1 tunggal : kèe, menjadi akhiran : ku(h).
                                                    : ulôn, menjadi akhiran : lôn.
                                                    : ulôn tuan, menjadi akhiran : lôn.
                                                    : lôn, menjadi akhiran : lôn.
   Kata ganti orang ke-1 jamak    : kamoe, menjadi akhiran : meu(h).
                                                    : geutanyoe, menjadi akhiran : teu(h).

2. Kata ganti orang ke-2 tunggal: gata,menjadi akhiran: teu(h)dan jamak 
                                                   : droeneu, menjadi akhiran : neu(h).
                                                   : ka, menjadi akhiran : keu(h).

3. Kata ganti orang ke-3 tunggal : ji (h),menjadi akhiran: ji(h). dan jamak
                                                    : gobnyan, menjadi akhiran : geu(h).
 
Kata-kata ganti orang yang berfungsi awalan atau berfungsi sebagai akhiran tersebut di atas, dalam situasi kalimat tertentu dapat berdiri sendiri sebagai kata ganti penuh.
Selanjutnya marilah kita perhatikan contoh pemakaian awalan dan akhiran kata ganti dalam kalimat-kalimat di bawah ini :
 
1. a. Kèe ban kutém pubuet lagèe nyan.
    b. Nyoekeuh rumohku nyang geupeusiwa lé ayah.
    c. Si Amat jipôhkuh, hana kusangka lagèe nyan.
 
2. a. Lôn lônjak u glè.
    b. Paranglôn ka tompôi.
    c. Han ék ku.

3. a. Kamoe meusampôh papeun tuléh.
    b. Ureung nyan geungiengmeu teungoh kamoe jak.
    c. Kamoe kôn teumpatmeuh di sinan.
    d. Hana galah meu, bah keu jih !.

4. a. Geutanyoe tajak u beurandang.
    b. Gurèe geupeurunoeteu mangat jeuet tabeuet bahsa Acèh.
    c. Geutanyoe tawoe u gampôngteu watèe pré sikula.
    d. Bah teu meunoe mantöng, bèk tapiké lé.

5. a. Kah kajak u blang, kajak peuék ie lam umöng.
    b. Nyang töh umöngkeu ?.
    c. Abu geupohkeuh menghan katém peu nyang geuyue.
    d. Keupeue keu u tupé kab.

6. a. Gata takeumiet padé, le that tulô ka di blang.
    b. Töh, rangkangteu, kukeumeung jak piyôh diat ?.
    c. O ! geudhôtteuh ! Pakön meunan laku ureueng nyan ?.
    d. Keupeue teu ija brôk nyan ?.

7. a. Droeneu neuwoe laju, sabab jamèe na di rumoh.
    b. Pat rumohneu teungku ?.
    c. Nyan leumo juah, jiteugomneuh, meunyo neujak rab.
    d. Han ék neu u muda ? Keupeue neu bulèe jôk teungku ?

8. a. Jih ka jijak u Beutawi.
    b. Nyankeu jamböjih nyan deuh tampông keunoe.
    c. Ka jidrobjih lé pulisi.
    d. Soe peugah ji ka jidrob lé pulisi ?.

9. a. Gobnyan teungoh geubeuet Quruan.
    b. Ateueh méhgeu geupeuduek majalahgeu.
    c. Ka reubah gobnyan, jikônggeuh lé gari.
    d. Han ék geu.

Catatan: Kalimat-kalimat no. d adalah imbuhan kata ganti yang berdiri sendiri sebagai kata ganti penuh. Sedangkan kalimat-kalimat no. a adalah imbuhan kata ganti yang berfungsi sebagai awalan, no. b akhiran menyatakan milik dan no. c sebagai akhiran yang menyatakan obyek kalimat.
 
Awalan kata ganti orang ketiga yaitu: ji dan geu yang dalam hal tertentu harus disertai kata dapat diterjemahkan sebagai awalan di pembentuk pasif dalam kalimat bahasa Indonesia, jika kata ganti orang yang mendahuluinya bukan kata ganti orang ketiga yakni : ji(h) atau gobnyan, misalnya :
-  Ulôn geutawôk lé ayah.
   ( Saya dipanggil oleh ayah )
-  Gata jiyue jak u meunasah.
   ( Engkau disuruh pergi ke meunasah )
 
Tetapi kalimat:
-  Si Ali jipoh si Amat
   ( Si Ali memukul si Amat )
-  Si Ali jipoh lé si Amat.
   ( Si Ali dipukul oleh si Amat )

Dalam kalimat tersebut di atas kata lé memegang peranan dalam pembentukan pasif dalam bahasa Aceh.

     Kata Ganti Hubungan Kekeluargaan.
Kata ganti yang menunjukkan hubungan kekeluargaan, kebanyakan terdiri dari kata yang bersuku satu, tetapi ada juga yang bersuku dua. Kata yang bersuku dua pengertiannya adalah sama dengan kata yang bersuku satu.
 
Pada kata ganti yang menyatakan hubungan kekeluargaan dalam bahasa Aceh adalah sebagai berikut :
 
    -  Ayah, yah, du, di, abu, abi dan tu = panggilan untuk orang tua lelaki.
-  Ummi, mi, ma, nyak       =  panggilan untuk orang tua perempuan atau panggilan
                                              terhadap wanita yang telah berumur.
-  Abuwa                            =  ayah tua ( abang bapak / ibu ).
-  Apa                                =  paman ( adik bapak / ibu ).
-  Makwa, mawa                =  mak tua ( kaka bapak / ibu ).
-  Macut                             =  makcik ( adik bapak / ibu ).
-  Polém                            =  abang ipar.
-  Teumuda                       =  kaka ipar.
-  Dalém, bang, abang, aduen = Abang / kakak lelaki.
-  Da, cuda, cupo, cut ti           = kakak perempuan.
-  Adoe, dék, adék, nyak         = adik lelaki atau perempuan.
-  Agam                                   = panggilan untuk anak lelaki.
-  Inong                                   = panggilan untuk anak perempuan.

Catatan :  Panggilan terhadap orang awam adalah “teuku” untuk golongan bangsawan dan “teungku untuk yang bukan golongan bangsawan.
                       Bahasa Aceh sangat memelihara ketinggian budi bahasa.
 
Awalan kata ganti orang : neu, geu dan ji, dipakai untuk memperkatakan tentang orang lain atau orang ketiga yang dikenal oleh pembicara. Apabila yang dibicarakan itu orang yang diketahui umurnya lebih tua dari pembicara dan dihormati, maka pemakaian kata ganti itu disesuaikan menurut kelaziman yang membayangkan ketinggian budi bahasa pembicara.
 
Dalam hal tersebut di atas harus digunakan kata ganti neu atau geu, misalnya :
 
    -  Teungku ka neujak u blang. Bukan : Teungku ka jijak u blang.
    -  Ayah ka neuwoe di pasi. Bukan : Ayah ka jiwoe di pasi.
    -  Dalém ka geujak u meunasah. Bukan : Dalém ka jijak u meunasah.
 
Apabila yang dibicarakan itu orang yang umurnya sebaya atau lebih muda dari pembicara, maka digunakan awalan kata ganti : ji, misalnya :
 
    -  Si Amat ka jigisa u Médan.
    -  Adék ka jiriwang u lampôh.
 
Ada kalanya awalan kata ganti ji itu ditukar dengan geu bila yang dibicarakan itu adalah anak/orang atau keluarga yang disegani/dihormati dalam pergaulan masyarakat, meskipun ia sebenarnya jauh lebih muda umurnya dari pembicara itu sendiri, misalnya :

    -  Pané geuwoe teungku cut ? ( teungku cut = anak teungku yang kecil ).
    -  Ho geujak ampôn cut ? na neukalön teungku ? ( ampôn cut = anak bangsawan
       yang kecil).

Jika yang dibicarakan itu orang yang tidak dikenal oleh pembicara, maka pemakaian awalan kata ganti itupun biasanya disesuaikan pula pada kelaziman dan pada ketinggian atau kerendahan budi bahasa pembicara itu sendiri. Dalam hal ini ada kalanya dipakai : ji, ka dan adakalanya dipakau geu, misalnya :

    -  Pancuri ka jiplueng.
    -  Hai, ureueng pungô pane kateuka keunoe ?
    -  Na kapai karam di laôt, ureuneg lam kapai geumeulangue bak peurahôlôn.
 
Jika yang dibicarakan itu bukan manusia melainkan makhluk lainnya, misalnya : hewan, tumbuh-tumbuhan, batu dan lain-lain, maka dipakai awalan kata ganti : ji saja, misalnya :

    -  Keubeue ka jiröt padé.
    -  Angén jipôt, layang pi jiék.
    -  Ujeuen jitôh ie bobah, habéh susah rakyat dumna.
    -  Peurahô ka jiwoe di laôt.
 
Akhirnya semua kata ganti orang dan imbuhannya baik yang berdiri sendiri maupun yang berfungsi sebagai awalan atau akhiran tidak membedakan jenis kelamin.

Peri Bahasa
 
1. Aneuk rimueng han jiböh kuréng, aneuk kléng han jiböh sukla.
    Anak harimau tidak membuang belang, anak Keling tak membuang hitam begam.
    Maksudnya: sesuatu bangsa atau kaum biasanya sukar meninggalkan adat dan kebiasaannya.

2. Adak meungkön na babah, asèe kab.
    Kalau tidak ada mulut, digigit anjing..
    Dikatakan kepada seseorang yang besar mulut, tetapi tidak mampu mengerja-
    kan sesuatu.

3. Gajah sabé gajah meulhö, peulandôk mate meujeupét.
    Gajah sesama gajah berkelahi, kancil mati terjepit.
    Maksudnya: orang besar sesame orang besar bertentangan, yang terlibat jadi korban adalah rakyat biasa atau orang kecil.

4. Lagèe tabôh kulét bui bak muka.
    Seperti mengenakan kkulit babi di muka.
    Maksudnya: rasa malu yang tidak dapat disembunyikan atau ditutup dihadap-
    an umum.

5. Pat ujeuen nyang han pirang, pat prang nyang han reuda.
    Di mana hujan yang tidak reda, di mana peperangan yang tak usai.
    Maksudnya: Sesuatu pertentangan atau pertengkaran pada suatu masa akan berakhir juga.

6. Leupah langkah jeuet tariwang, narit krang ceukang rugoe mubara.
    Terlanjur langkah dapat diulangi, tutur kata yang kasar rugi semata-mata.
    Maksudnya: tutur kata yang tidak senonoh tidak bias ditarik surut dan buruk sekali akibatnya, berbeda dengan langkah yang terlanjur masih bias berkisar surut.

7. Jak, jak langai, duek, duek arè, plueng, plueng nyhèh.
    Jalan, jalan bajak, duduk,duduk bambu, lari, lari ketam.( bambu = alat penakar
    beras )
    Kiasannya : segala pekerjaan yang dilakukan atau dikerjakan tidaklah ada
    manfaatnya.

8. Rupa han jeuet taubah, peurangui ék taubah.
    Rupa tak dapat diubah, perangai dapat diubah.
    Maksudnya: perangai atau tingkah laku seseorang dapat di ubah.

9. Lagèe ie taplè lam carak, teudôh taplè teudôh ilé.
    Bagai menuang air dalam saluran, berhenti di tuang berhenti mengalir.
    Kiasannya: perihal orang yang malas bekerja, harus selalu disuruh atau
    diperintah maka bekerja.

     10. Murah di babah, meuh’ai nibak céng.
           Murah di mulut, mahal di timbangan.
       Kiasannya: perjanjian muluk tetapi tak pernah ditepati, mulut manis tetapi
       perbuatan sebaliknya.

11. Tadadeueng eungkôt tabalék- balék, mangat bék angoh.
       Memanggang ikan dibalik-balik, supaya jangan hangus.
       Maksudnya, sesuatu pekerjaan yang sedang dikerjakan hendaklah diawasi
       sungguh-sungguh, supaya tidak mendatangkan kerugian dan sesalan kelak.

12. Tamita rakan meusakét, tamita lawan hana tréb.
       Mencari kawan sukar, mencari musuh tidak lama (tidak sukar).
       Maksudnya: mencari kawan yang setia sulit tetapi sebaliknya mudah.
 
 
13. Taparôh jisipak, tahue jipök.
       Digiring menyepak, ditarik menanduk.
       Kiasannya: orang yang bodoh, tidak mau menurut perkataan orang.
       Bekerja sendiri tak mampu, dinasehati tak mau, hanya ingin mengacau saja.

14.  Drien han jiböh pangsa
    Durian tam membuang pangsa
    Kiasannya, Kelakuan dan tutur kata seseorang itu menunjukkan dia orang
    baik-baik atau orang jahat.


Bab IV
Peulandôk ngon gogasi
( 3 )

“ O, hai aneuk lém bajeueng keu, keupeue nyang kaglawa beurangkaho, keunöng bak-bakgakikèe ka eu keu meungmeuleuhöbku, kucah-cah beuteubiet ék-ékkeu röt babah.”
Ban jideungö lé rimueng tutô peulandôk meunan, yohnyan ka jikheun : “Alah hai, hana kusaja, bèk beungèh-beungèhteu hai “Teuku Waki”, bak atéku hana gata teupat nyan.”
Kheun peulandôk lom: “Atra sit buta keu, hana kangieng, kapeukhö-peukhö.
Teuma eungkôt pi ka lheuh jikueb jitamon di darat ka meuseu-seu. Yohnyan kheun peulandôk : “Bôh peue lom kadöng teuma, pakön han kacok leugat amak mangat tajak seut, jéhpat saboh abeueh treut röt barat, lom jikheun bak bui: “Kah tinggai di sinoe dilèe, kakumiet eungkôt nyoe dum bèk jipajôh lé bubrang, kadang pat-pat euntreut jiteubiet; nyan bèk kapajôh lé kah dum; meunkapajôh ka eu keu paloe keu saja, kalheuh kubileueng kuböh tanda. Meungnyo euntreut hana lé lagèe söt, kusipak beuteusuet aneukpaneuk matakeu.”
Lheuh jikheun nyan dipeulandôk ka jijak lhèe ji, rimueng ngon gajah keudéh bak abeuek laén. Dibui pi ka jiduek di sinan jikumiet eungkôt.
Na dum masak bu sikai breueh, ji eu lé peulandôk bui ka trôk keunan bak jih sira jiplueng ngon meuh’ueh-meuh’ueh. Laju jitanyong : “hai aneuk sôm ceulaka, keupeue nyang kaplueng keunoe, sidéh kukeubah kah kuyue keumiet eungkôt.”
Jikheun lé bui : “Alah hai “Teuku Waki”, kèe rab paloe, hana kutuné gôgasi ceulakakeu, rayaji silagoena jijak pajoh eungkôt geutanyoe. Watèe kutham han jitém patéh, kèe-kèe jikeumeung mamöh meukrèb-krèb. Nyankeu sabab kuplueng keunoe kujak peugah, bèk euntreut tapeusalah kèe.”
Ban jideungö lé peulandôk peuneugah bui meunan bagoe, beungèhji lagèe peue-peue. Mirah mukaji sira jiceumarôt, teuma jikheun bak rimueng: “Kajah kah hai “beuransah:, kajak pagab gôgasi sibajeuengkeu, bèk kabri pajôh eungkôt geutanyoe, nyangsa hèk teu taseumeuseuet bunoekön, keupeue jijak pajôh lé jih.”
Teuma dirimueng pi ka jijak leugat han jimeudawa. ‘Oh ban saré trôk keudéh, bit-bit leumah jikalön na saboh gôgasi raya that-that. Aweuek jaroeji mantöng na bubé bak ibôh, teungoh ji’ab eungkôt dum jipajôh.
Han jan meurab pi keunan jijak, sit ka teumakôtji meugeudok-geudok, han jijeuet kalön ateueh gôgasi. Yôhnyan leugat jiplueng ngon meutaga, jigisa bak peulandôk, sira jikheun: “Alah, rab bajeueng raya kèe, gôgasi beusigeulètkeu, rab jikab kèe-kèe, han kujeuet jak lé hai “Teuku Waki”, bahlé jipajôh keu jih bandum.”
Jideungö lé peulandôk meunan, sira ngon beungèhji, teuma jiyue bak gajah jak parôh gôgasi. Digajah pi ka jijak leugat, teutapi na dum saboh taloe tanoh treut hana lom trôk keunan, laju ka mekhöt-khöt, meuyô-yô lagèe uteuen angén pôt, meungsaboh langkah pi han jitém meugrak lé u keue. Teuma ji plueng leugat geureubam-geureubum jak peugah bak peulandôk. Ban jideungö lé peulandôk meunan bagoe, beungèhji lagèe suedông, jiceumarôt ngon tuloe asèe, sira jikheun: “Bit beulaga bandum, meungsidroe pi han jeuet taharab, bandum geusuen, raya boh pôk-pôk, aneuk lém paléhkeu. Bôh kaduek kah di sinoe, ka seuet laju paya nyoe bacut-bacut, bahlé kèe jak parôh gôgasi.
 
Teuma laju ka jijak. Bansaré leumah jikalön bit-bit gôgasi nyan raya sileupah ékna. Yôhnyan sangna meunyum teumakôtji bacut. Bit pi meunan jipeukreuh atéji jijak laju peurab keunan, sira jimè sikrak uröt na bubé sapai.
Jiék leugat u công kayèe raya, laju jiikat uröt jipeugèt ayon ngon jibôh pak bak tahue droeji. Takalönkeu saré garien-garuen jih di công kayèe, meujan-jan jiyök-yök jikalön ka köng atawa hana lom.
Ban jideungö lé gôgasi su krah-kruh di công kayèe rab geuniréngji, yôhnyan leugat jitangah u manyang. 
Ban jieu peuladôk teungöh cula-caloe peugèt pak uröt, teungöh jipeulôb-peulôb bak takueji, yôhnyan laju ka jisudi : “Hai peuladôk bajeuengkeu, peu kapeugèt nyan di công kayèe ? Dipeuladôk pi laju jijaweueb : “Peue tatupeue digata, taharab sit keu raya teun sang-sang han ék jipeurônteuh lé ie, adak meung ie lagèe dilèe-dilèe kön,  nyobit digata han anyötteuh, ta eu ‘oh trôk ie euntreuk malam, peu han meugulé-guléteuh u laôt ?”.
Jideungö lé gôgasi kheun peulandôk meunan, leugat ka ji tanyong : “Peue ka kheun ? Pajan trôk ie raya ?”.
Seuôt peulandôk : “Pané tatujan teuma, meungbiek digata lalé ngon mutandarah, peue tatupeue ! Hana tadeungö geupeugah lé raja euntreuk malam watèe lheuh seumayang mugréb, phon jiék ie beuna raya leupah na, ngob bumoe, ngob nanggroe, ngob gunong-gunong dum, abéh anyöt kaméng-kaméng, manok-manok, leumo-leumo dum, geutenyoe-geutenyoe pi anyöt sit meunghana meukri, sabab nyankeu dikèe teumakôtku that-that.” (bersambung).

A.   Perbendaharaan Kata

-       abeuek                       = paya, rawa-rawa.
-       anyöt                          = hanyut.
-       aweuek                      = irus
-       aweuek jaroe             = lengan dari siku sampai ujung jari.
-       bandum                      = seluruh
-       barangkaho                = sembrono
-       bit                               = benar, sungguh, memang.
-       bubrang                      = berang-berang.
-       bunoe                         = tadi.
-       bunoe kön                 = sejak tadi
-       cok                              = ambil.
-       cula-caloe                 = sibuk.
-       dit                                = sedikit.
-       dub, dum                   = semua
-       dumsoe                      = siapapun.
-       eutreut, euntreut, treuk, teuek  = nanti atau lagi.
-       garien-garuen          = tergesa-gesa, tergopoh-gopoh, sukar.
-       geuniréng                 = samping.
-       geusuen                    = takut, pengecut.
-       ibôh                            = lontar.
-       ie beuna                    = air bah, disebut juga: minuman keras.
-       jaroe                           = jari
-       keumiet                      = menjaga.
-       lagoe na                    = betul-betul atau sangat.
-       lagoe ék                     = betul-betul atau sangat.
-       lagoe ék na               = betul-betul atau sangat.
-       manyang                   = tinggi.
-       meunan                     = begitu.
-       meutaga                    = bergemuruh.
-       nit                              = sangat sedikit
-       ‘oh ban saré              = ketika.
-       padit                           = berapa (sedikit ?)
-       padum                        = berapa (banyak)
-       pagab                         = kejar atau halau.
-       paléh                          = celaka, malapetaka.
-       paloe                          = celaka atau susah.
-       peukhö                       = ceroboh, sengaja berbuat.
-       pi                                 = pun.
-       sang-sang                  = seakan-akan
-       saré                            = sama.
-       sibajeuengkeu            = sicelaka (lah), penjahat.
-       sikai                            = ½ cupak.
-       silagoe ék na              = betul-betul atau sangat.
-       silagoe na                 = betul-betul atau sangat.
-       taguen                       = memasak.
-       taga                            = bunyi guntur yang gemuruh bertalu-talu.
-       tamon                         = kumpul, satukan.
-       tham                           = latang, halang.
-       tumpôk                       = kumpulan.
-       tutô                             = tutur, ucapan

1.  atra.
  1. harta
-     Nyoe atralôn, jéh atra gata.
-     Soe po atra leumo nyan ?.

  1. karena.
  2. -     Nyan ka paloe kah, atra hana kapatéh ban lônpeugah.
         -     Peue nyang han lônjak, atra ka geuyue.

  1. memang, betul, be-     Atra sit taloekeu han ka deungö.

-     Atra sit buta keu hana ka eu.”

 

2.  keunong.

a.    musim.

-     Keunong 19, ujeuen pubrôk jeundrang.

-     Keunong 11 geutabu jareueng, keunong 9 geutebu rata.

b.    kena.

-     Sakét lôn keunong ujeuen.

-     Ureueng nyan keunong tipèe.

c.    sesuai, tepat.

-     Caéji hana keunong pakhôk.

-     Keunong that bak geupeugah haba ureueng nyan.

d.    guna-guna.

-     Aneuk nyan ka gadöh akaiji, jipeukeunong lé gob.

-     Gobnyan sakét-sakét sabé, aléhpi ka jipeukeunong.

 

3.  mangat.

  1. senang, enak.

-     Kapatéh peue nyang geuyue mangat mangat atégeu.

-     Mangat that boh mamplam nyoe.

  1. supaya, agar.

-     Kacok amak mangat tajak seuet saboh abeuek treuk.

-     Kabeuet beusunggoh mangat rijang jeuet.

  1. sakit, tidak sehat.

-     Aneuk nyan mangat asoe.

-     Alah, dilôn ka mangat mata.

 

4.  seu-u = banyak berkumpul atau bertumpuk, serang.

 

5.  tu, berasal dari kata tahu, berubah menjadi thèe, berubah lagi menjadi: tu = mengetahui.

      Bandingkan : tahan menjadi theun.

né = arah datang.

tuné = mengetahui arah datang.

 

6.  “Alah, rab bajeueng raya kèe, .............”

Kata “bajeueng” berarti :

a.    jahat

-     Si Agam nyan bajeueng raya akaiji.

b.    susah, celaka.

-     Bajeueng raya le that duroe di sinoe, han jeuet tajak.

 

7.  bah = biar, lé = lah.

-      bahlè = biarlah.

-      “bahlé jipajôh keujih bandum.

=   a. oleh.

-     Uleue jipoh si Banta.

   b. lah.

       -   Jipeulôb pak bak takueji.

   c. lagi

       -   Ayah han geubri pèng keu jih.

   d. entah.

       -   Peue jipeugah lé (h), han deuh lôn deungö.

   e. yang mana.

       -   töh galak kah.

 

8. sira.

    Perhatikan pemakaiannya dalam kalimat berikut “

-  Padum yum sira si aré di peukan ?.

-  Bèk seumajôh sira jak !.

-  Sira taduek tarawöt awé.

sira = garam, sambil.

 

9. yue.

    Perhatikanlah kalimat berikut :

    - Soe tayue jak u keudé ?.

    - Lôn geuyue mita ôn’u saboh yue lé ayah.

    yue = suruh, perintah, pelepah.

 

10.pajôh.

    Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut :

-  Hana le lé ureueng pajôh ranub jinoe.

-  Gobnyan hana geuteubiet saho, teungoh geupajôh peundang.

-  Haba droeneuh jipajôh bak akai.

-  Parang tumpoi tateumeutak han jipajôh.

pajôh – makan, minum, sesuai, mempan.

 

11.ék.

     Perhatikanlah pemakaiannya dalam kalimat berikut :

- Soe ék u lampôh ?

- “Sang-sang han ék jipeurônteuh lé ie !”.

- Ka jiék kurabjih bak lôn.

- Ayah geupeuék haba u Sigli.

- Lôn lônjak peuék ie u blang.

- Pakri ék lagèe nyan saré.

- Gobnyan han ék geupajôh bu.

ék – naik, dapat, sanggup, menular, kirim, alir, sampai/hingga, mau/ingin.

 

12.parôh.

     Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut :

-   Agam, kaparôh manok bèk jiék u rumoh.

-   Kamoe meujak parôh rusa u glè.

paroh = usir, berburu.

 

13.công.

     Perhatikan pemakaiannya dalam kalimat berikut :

-   Ureung nyan geuèk u công u.

-   Cicém jiéh công bak kayèe.

công = atas (sesuatu).

 

TATA BAHASA.

Kata Ganti penyanya.

 

Kata penanya atau tanya dalam bahasa Aceh adalah : pe, peue, pat, soe, töh dan ho.

Kata tanya pa adalah kata yang dilemahkan tekanannya menjadi peue. Kata tanya peue ini berubah menjadi pa apabila dihubungkan atau dirangkaikan dengan kata : bah, jan, kön, kri, did, dum, dub dan . Perangkaian itu menyebabkan terdapatnya kelompok kata tanya : paban, pajan, pakön pakri, padid, padum, padub dan panè.

 

Kata ganti penanya tersebut di atas selalu dapat di rangkaikan dengan kata : ban, jan, dst, dapat pula dirangkaikan dengan kata : tu.

 

Kata tu ialah pemendekan dari kata tahu yang berubah menjadi teuhèe, berubah lagi menjadi thèe. Dan kata thèe menjadi tu apabila dirangkaikan dengan kata: ban, jan, kön, kri, did, dum, dub, nè, soe dan beberapa katalagi, sehingga terbentuklah kelompok kata: tuban, tujan, tukön, tukri, tudid, tudum, tudub, tunè, tupeue, tupat, tusoe, tutöh, tuho dan lain-lain.

 

Pemakaian kata ganti tanya dan persamaannya ke dalam bahasa Indonesia.

 

1. Kata ganti tanya pa/peue: digunakan untuk menyanyakan benda atau yang dibendakan. Kata ganti tanya ini dapat disamakan atau bersamaan dengan kata ganti tanya : apa dalam bahasa Indonesia, misalnya :

 

-  Peue tika neumè nyan teungku ?

   Tikar apakah yang teungku bawa itu ?

-   Peue buetteu lawét nyoe ?.

 Apakah pekerjaanmu selama ini ?.

 

Persamaan rangkaian kata ganti tanya pa dengan kata lainnya ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

    1.  paban, menanyakan hal/cara, sama dengan : bagaimana.

    2.  pajan, menanyakan waktu, sama dengan : bila, bilamana, kapan.

    3.  pakön, menanyakan sebab, sama dengan : mengapa.

    4.  pakri, menanyakan hal/cara, sama dengan : betapa, bagaimana.

    5.  padid, menanyakan jumlah, sama dengan : berapa.

    6.  padum, menanyakan jumlah, sama dengan : berapa.

    7.  padub, menanyakan jumlah, sama dengan : berapa.

    8.  panè, menanyakan arah datang, sama dengan : dari mana.

    9.  pakriban, menanyakan keadaan, sama dengan : bagaimana

 

Kata ganti tanya peue berarti macam atau ragam, bila didahului oleh kelompok kata tanya padum, misalnya :

-     Padum peue barang na tabloe di keudé ?.

Berapa macam barang ada dibeli di pasar ?.

-     Padum peue corak ija galak digata ?.

Berapa ragam corak kain yang engkau sukai ?.

 

Selain dari itu kata ganti tanya peue dapat berarti bagaimana jika di belakangnya terdapat kata sifat atau keadaan, misalnya :

-     Peue na payah ?.

Bagaimana ada sukar ?.

-     Peue na peungöh ie di laôt ?.

Bagaimana ada jernih air di Laut ?.

-     Peue na sakét neu ?.

Bagaimana ada sakit ?.

 

2. Kata Ganti tanya pat : digunakan untuk menanyakan tempat. Biasanya jawaban atas pertanyaan pat itu sering didahului oleh kata : jéh atau nyoe, sehingga terbentuklah kelompok kata tanya : jéh pat, atau nyoe pat, misalnya :

 

-  Pat kitab lôn ?.        Jawabannya : “Jéh pat ateueh rak.”

   Dimana buku saya. Jawabannya : “Di situ atas rak.”

Kata : Jéh pat dan nyoe pat sering diganti dengan kata : di sidéh dan di sinoe, dapat disamakan dengan kata di situ atau di sini dalam bahasa Indonesia.

 

3. Kata ganti tanya soe : dipakai untuk menanyakan orang dan dapat disamakan dengan kata siapa dalam bahasa Indonesia, misalnya :

 

-  Soe duek rumoh nyan ?

   Siapa mendiami rumah itu ?.

-  Soe peuteubiet kitab nyoe ?.

   Siapa penerbit buku ini ?.

 

4. Kata ganti tanya töh : digunakan untuk menanyakan sesuatu benda atau sesuatu hal yang tertentu di antara benda atau hal lainnya. Apabila kata töh mendapat tekanan, maka kata : “nyang” sering digunakan untuk mendahuluinya, misalnya :

 

    -  Töh aneuk droeneu ?

       Mana anak tuan ?

    -  Nyang töh aneuk droeneu :

       Yang mana anak tuan ?

    -  Töh galakkah ?

       Mana sukamu ?

    -  Töh sakétkah ?

       Mana sakitmu ?

Kata ganti tanya töh berarti mana dan nyang töh berarti yang mana dalam bahasa Indonesia.

 

5. Kata tanya ho : digunakan untuk menanyakan arah mana ditujui, berarti kemana ke dalam bahasa Indonesia, misalnya :

 

    -  Ho kajak baroe ?

       Kemana kau pergi kemarin ?.

    -  Ho jijak ?.

       Kemana perginya ?.

    -  Ho jiplueng keubeuekah ?

       Kemana lari kerbaumu ?.

    -  Ho jigrôb ?.

       Kemana lompatnya ?.

 

Kata-kata yang turut membina kelompok kata ganti tanya itu, di antaranya ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak. Kata yang tidak dapat berdiri sendiri ialah kata : . Kata ini selain mendapat rangkaian dengan kata pa, juga dapat dirangkaikann dengan kata tu dan imbuhan awalan : meu, maka terbentuklah kelompok kata : pané, tuné dan meuné. Kata dub, juga tidak dapat berdiri sendiri. Kata ini senantiasa terdapat dalam rangkaian : padub, meudub atau sadub. Sedangkan kata : did, dan dum dapat berdiri sendiri. Kata did, bila berdiri sendiri berarti : sedikit, dan dum berarti banyak ke dalam bahasa Indonesia, misalnya :

 

-  Did jimuboh ramböt thon nyoe.

   Sedikit buahnya rambutan tahun ini.

-  Bèk kajak keunan, sidom dum.

   Jangan pergi ke sana, semut banyak (banyak semut).

 

Kata ganti penghubung.

 

Kata ganti penghubung atau kata penghubung adalah : teuma, ngon, nyang, lom, lompih, meunanpih, sira, jan, lheuh, sigohlom dan lain-lain.

 

Adapun fungsi kata penghubung ialah : menghubungkan bagian-bagian kata atau jabatan kalimat atau menghubungkan kalimat-kalimat, misalnya, dua kalimat tunggal dihubungkan menjadi satu kalimat.

 

Contoh : a.  Bak pikéji nyoekeulageuem.

                     Pada pikirannya inilah isyarat.

                b.  Peulandôk jibri lageuem.

                     Kancil memberi isyarat.

 

Kedua kalimat Aceh tersebut di atas apat dihubungkan dengan menggunakan kata penghubung “nyang” dan terbentuklah kalimat majemuk :

 

-  Bak pikéji nyoekeu lageuem nyang jibri lé peulandôk.

   Pada pikirannya inilah isyarat yang diberikan oleh kancil.

 

Contoh lain:

-  “Di geuniréng nyan na saboh jidue kayèe, teuma dipeulandôk jiék u công jidue nyan”.

-  “......beungéhji lagèe peue-peue, mirah mukaji, sira jiceumarot.....”.

 

 

Kata ganti penunjuk.

 

Kata asal kata ganti penunjuk dalam bahasa Aceh ialah : nyoe, nyan, jéh, noe, nan dan déh.

Adapun fungsi kata ganti penunjuk itu ialah menunjuk benda atau yang dibendakan, misalnya :

 

-  Rangkang nyoe  =  dangau ini.

-  Thon nyoe          =  tahun ini.

-  Peuneugèt nyoe =  buatan ini.

 

Kata ganti penunjuk “nyoe”, yang sama dengan “ini” dalam bahasa Indonesia.

 

Kata ganti penunjuk nyan yang sama dengan “itu” ke dalam bahasa Indonesia dan digunakan untuk menunjuk benda, atau waktu, atau hal yang telah disebut lebih dahulu, misalnya:

 

-  Sikula nyan  =  Sekolah itu.

-  “Kah tinggai di sinoe dilèe, kakeumiet eungkôt nyoe dum bèk jipajôh lé bubrang, nyan bèk kapajôh lé kah dum....”

“Engkau tinggal di sini dahulu, menjaga ikan ini semua jangan dimakan oleh berang-berang, itu jangan engkau makan semua....”

 

Kata ganti penunjuk jéh, sama dengan kata sana dalam bahasa Indonesia. Kata ganti ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu benda yang jauh dari pembicara atau lawan bicara, misalnya :

 

-  “...... kacok leugat amak mangat tajak seuet, jéh pat saboh abeuek treut......”

“...... kau ambilkan segera timba supaya kita pergi menguras, di sana sebuah rawa lagi,.”

- Gampông jéh, ureueng jeumöt-jeumöt bandum, konlagèe gampông nyoe......sipat aleue meunasah.

   Kampung itu, orang rajin semua, bukan seperti kampung ini.......pemalas.

 

Kata-kata: noe, nan dan déh, ialah kata yang berasal dari pemendekan kata : nyoe, nyan dan jéh. Kata-kata tersebut kecuali kata nan, tidak berdiri sendiri, tetapi selalu terdapat dalam rangkaian kata: si atau disi, sehingga terbentuklah kata penunjuk yang menyatakan : tempat, misalnya :

 

-  sinoe, berarti tempat ini.

-  di sinoe berarti di tempat ini.

-  sinan berarti tempat itu.

-  di sinan berarti di tempat itu.

-  sidéh berarti tempat yang jauh itu.

-  meunoe berarti begini

-  meunan berarti begitu.

-  meudéh berarti seharusnya begitu atau begitu.

 

Seterusnya kita dapati pula rangkaian kata: noe, nan déh dengan kata rét, atau röt, sehingga terbinalah kata penunjuk yang menyatakan: arah, misalnya :

 

-  rétnoe berarti arah ini

-  rétnan berarti arah itu

-  rétdéh berarti arah yang jauh itu

 

Kata nan, bila berdiri sendiri berarti: nama, itu, misalnya :

-  Soe nan gata ?

   Siapa nama anda ?

-  Han keumah bubé nan, nyang rayeuk lom bacut treut.

   Tidak cocok sebesar itu, yang besar sedikit lagi.

 

Kata penunjuk tidak tentu.

 

Kata ganti penunjuk tak/tidak tentu dalam bahasa Aceh ialah kata: gob, ureueng dan kata yang terdapat dalam rangkaian kata barangga atau barangka, misalnya :

 

-  Gob pajôh boh panah, geutanyoe meuligan geutah (peribahasa).

   Orang makan nangka, kita terkena getahnya.

-  Ureueng teubai muka (peribahasa).

   Orang tak bermalu.

-  Barangkasoe    berarti :  siapa saja, siapa juga.

-  Barangkapeue  berarti :  apa saja, apa juga.

-  barangkri          berarti :  bagaimana juga.

-  barang kajan    berarti :  kapan saja, kapan juga.

-  barang kadum  berarti :  berapa saja, berapa juga.

-  barangkapat     berarti :  dimana saja, dimana juga.

-  barang kanè     berarti :  dari mana saja, dari mana juga.

-  barang kabé     berarti :  berapa besar juga, berapa besar saja.

   Dan lain-lain.

 

Kata Ganti Empunya.

 

Semua kata ganti dan imbuhan akhiran kata ganti orang ke I, ke II dan ke III, dapat berfungsi sebagai kata ganti empunya, apabila kata ganti itu terdapat di belakang kata benda atau kata yang dibendakan, misalnya :

 

-       Sikula geutanyoe   berarti : Sekolah kita.

-       Rumoh nyan bubôngji putéh   berarti : Rumah itu atapnya putih.

-       Gata tawoe u rumohteu    berarti : Anda pulang ke rumah anda.

-       U jih lhèe boh   berarti  :  Kelapanya tiga buah.

 

Kata Bilangan.

 

Kata bilangan bahasa Aceh hamper bersamaan dengan kata bilangan yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Kata bilangan pertama bahasa Indonesia ialah : satu, dalam bahasa Aceh disebut: sa dan tiga bahasa Indonesia, dalam bahasa Aceh disebut lhèe.

 

Kata bilangan terbagi atas : Kata bilangan utama dan kata bilangan tingkat.

 

Kata bilangan utama bahasa Aceh ialah:

-       sa          = satu           -  siblah                                                   = sebelas

-       dua       = dua            -  dua blah                                              = dua belas

-       lhèe      = tiga            -  dua plôh                                              = dua puluh

-       peuet    = empat        -  teungoh lhèe plôh/dua plôh limöng = dua puluh lima

-       limöng              = lima           -  sireutôh kureueng sa                      = Sembilan puluh sembilan

-       nam      = enam         -  sireutôh                                               = seratus

-       tujôh    = tujuh         

-       lapan    = delapan

-       sikureueng    = sembilan

-       siplôh             = sepuluh

 

Kata bilangan tingkat dibentuk dengan memberi tambahan kata: nyang, nyang keu, keu dan ban, misalnya:

           

-       nyang peuet berarti urutan keempat.

-       nyang keupeuet berarti urutan yang keempat.

-       keupeuet-peuet berarti keempat-empatnya.

-       Ban peuet berarti keempat-empatnya.

 

Kata bilangan pecahan dinyatakan dengan menggunakan kata : bagi, misalnya: limöng bagi tujôh berarti berarti lima per tujuh (5/7), teungöh lhèe berarti dua setengah (2½ ).

 

Kata bantu bilangan untuk manusia dipakai kata : dróë, misalnya :

-       Limong droe ureueng                     = Lima orang

-       Limong droe pawang                      = Lima orang pawang.

-       Dua droe Panglima Prang             = Dua orang Panglima Perang.

 

Kata bantu bilangan untuk benda digunakan kata-kata: krak, boh, ôn, iréh, bak, neuk, geupai, peureudèe, teungô, ‘ab, ikat, dan lain-lain. Di belakang kata bantu bilangan tersebut di atas, untuk bilangan pertama senantiasa didahului oleh kata: si atau saboh, misalnya :

 

-       Sikrak papeuen                    = selembar papan.

-       Saboh kaca minyeuk          = sebotol minyak.

-       Saboh ‘ab bu                                    = sesuap nasi

-       Saboh teugôk ie                   = seteguk air.

Dan seterusnya.

 

Kata bilangan utama sa berubah menjadi si, apabila kata itu dirangkaikan dengan kata yang mengikutinya, misalnya :

 

-       Siiréh bawang                                  = seiris bawang.

-       Bak siuroe                                         = pada suatu hari.

-       Bak simalam buleuen trang           = pada suatu malam bulan purnama.

 

Berdasarkan contoh-contoh di atas, jelaslah kepada kita bahwa jika yang dihitung itu kata benda konkrit atau nyata, maka si itu berarti satu, dan jika yang dihitung itu kata benda abstrak, maka si berarti suatu ke dalam bahasa Indonesia.

 

Kata si dapat diganti menjadi kata : saboh, jika yang dihitung itu kata benda konkrit, misalnya :

 

-       Sigeupai bu  dapat diganti dengan : saboh geupai bu.

-       Ie siteugôk   dapat diganti dengan : saboh teugôk ie.

 

Tetapi : saboh manok tidak dapat ditukar dengan : simanok, karena tidak lazim digunakan dalam masyarakat bahasa.

 

Kata depan

 

Kata depan ialah kata yang menghubungkan kata benda dengan kata lainnya dalam kalimat. Kata depan dalam bahasa Aceh ialah : di, u, dan bak.

 

Kata depan di digunakan untuk menyatakan :

 

a.  Tempat.

 

Dalam menyatakan tempat, di dapat disamakan dengan kata depan di ke dalam bahasa Indonesia, misalnya :

 

-     Si Amat na di rumoh       = Si Amat ada di rumah.

 

Dihadapan kata ganti orang, nama diri dan kata benda abstrak, di berubah menjadi bak, misalnya :

 

-     Kitab nyan na bak jih = Buku itu ada pada dia

-     Sikula pré bak uroe Aleuhat = Sekolah libur pada hari Minggu.

-     Bèk tameulayèe bak angén Barat = Jangan berlayar pada angin Barat.

 

b.  Tekanan/menentukan.

 

Sebagai kata yang berfungsi memberi tekanan atau menentukan terhadap kata yang didepannya, maka kata yang mendapat tekanan itu biasanya terbatas pada kata ganti orang dan pada imbuhannya, serta kata ganti nama diri. Kadang-kadang terdapat juga pada nama-nama hewan atau makhluk lainnya, misalnya :

 

-     Digeutanyoe tameurunóë bahsa Acèh, dijih jipeujayéh

Kita mempelajari bahasa Acèh, dia mencemoohkan.

-     Dirimuengpi ka teuka teumakot, teuma laju jiplueng.

Harimaupun sudah datang ketakutannya, maka segera berlari.

 

Dalam menyatakan tekanan kata, bahasa Indonesia menggunakan akhiran: lah, tah, dan pun. Tetapi bahasa Aceh, selain menggunakan di, juga menggunakan akhiran pi guna menegaskan rasa kata yang dituturkannya. Dan kadang-kadang digunakan juga kata “kon” dan “keu”.

 

c.  Dari atau sejak

-       Gobnyan trôk di Peudada.

Dia datang dari Peudada.

-       Dicut gobnyan ka meunan.

Sejak kecil dia sudah begitu.

 

Kata depan u, digunakan untuk menyatakan arah atau tempat yang ditujui. Dalam menyatakan arah, kata depan u dapau dinamakan dengan kata depan ke kedalam bahasa Indonesia, misalnya:

 

-       Kamoe meujak u blang                   = Kami pergi ke sawah.

-       Gata tajak beuet u Darussalam     = Anda pergi belajar ke Darussalam.

 

Apabila yang ditujui itu bukan nama tempat melainkan kata ganti nama orang atau hewan, maka kata depan u berubah menjadi: keu atau ubak, misalnya:

 

-       Abu neubri pèng keu lôn.

Ayah memberikan uang kepada saya.

-       Nyoe pitrah ulôntuan nyan Poteu Allah peuwajéb dalam thôn nyoe, ulôn tuan seuleu-ah ubak Teungku.

Ini zakat Fitrah saya yang memiliki kita Allah wajibkan dalam tahun ini, saya serahkan kepada Teungku.

-       Aneuk lôn nyoe, ulôn tuan jôk ji ubak Teungku, Teungku peujeuet jih keu ureueng.

Anak saya ini, saya serahkan dia kepada Teungku, Teungku ajarkan dia menjadi anak yang baik.

 

Kata depan: ubak sering disingkatkan menjadi: bak saja, misalnya : meuneumè ka lônjôk bak jih = Bawaan itu telah saya serahkan kepada dia.

 

Kata depan : keu dan ubak, seperti kita ketahui diatas dapat disamakan dengan kata depan : kepada ke dalam bahasa Indonesia.

 

Kata depan : bak dapat disamakan dengan kata depan : dari pada ke dalam bahasa Indonesia, apabila kata itu mendapat rangkaian atau gabungan dengan kata : di atau ni sehingga terbentuklah kelompok kata-kata depan : dibak atau nibak, misalnya :

 

-       Nibak malèe, bahlé maté.

Dari pada malu, biarlah mati.

-       Dibak tan, gèt na.

Dari pada tak (ada), baik ada.

-       Lampôh nyoe pusaka nibak ayah.

Kebun ini warisan dari pada ayah.

 

Selain dari kata depan yang menyatakan arah tempat seperti tersebut di atas, digunakan juga kata yang berarti arah tempat, misalnya :

 

-       Jéh jiôh, pakriban ék tajak.

Sejauh itu, bagaimana sanggup kita pergi.

-       Gobnyan pa teukageu ?

Dia dari (arah) mana datangnya?.

-       Peue na neutu pat teuka ureueng nyan ?.

Apakah ada tuan tahu (arah) tempat datang orang itu ?.

-       Bèk that tapakoe keu ureung saboh sa.

Jangan memperdulikan benar kepada orang sembarang (tempat).

-       meunè           berarti : telah tertentu arah.

-       tunè                berarti : telah diketahui arah.

-       panè               berarti : dari mana (arah) atau mana.

-       Saboh sanè              berarti : banyak arah atau sembarang arah.

-       Barangkanè  berarti : juga sembarang arah.

 

 

Kata Seru

 

Kata seru ialah kata yang menyatakan perasaan yang terjadi karena dua hal yakni karena proses dalam dan proses luar badan manusia.

 

  1. Proses dalam yaitu proses kejiwaan yang dalam bahasa Aceh dinyatakan atau diungkapkan antara lain dengan kata-kata : euh!, éeh, alah, oo!, o ma, Alah hai potalah!, alah hai po, wahé, dan lain-lain misalnya :

 

-     “…..sakét that-that iekku……ö, ma! Èk-èk ku ka sakét. (Aku berhajat buang air kecil…..aduh!, air besarpun berhajat pula.

 

-     “ alah ! hai, Teuku Waki, kèe-kèe rab paloe…..” (Aduh ! hai Teuku Waki, akupun hampir celaka……”

 

  1. Proses luar yaitu peristiwamyang terjadi di luar badan manusia Kata seru ini terjadi karena peniruan bunyi atau anomatopi, misalnya :

 

-     Soe jak nyan téh-toh di rumoh ? (Siapa berjalan the toh di rumah ?)

 

-     Peue su nyan meugum-g’um that ? (Suara apa itu bergemuruh sekali ? )

 

-     Ph’ah geuepruh,………….ph’oh lén. (Ph’ah/bunyi nafas ditiup, ph’oh/bunyi nyala lampu mati.

 

Demikian juga kata : meubhum-bhum, p’èk-p’ok, t’am-tum, bam-b’um, kh’am-kh’um, dan lain-lain adalah peniruan bunyi belaka.

 

Kata Sandang

 

Kata sandang ialah kata yang menentukan benda atau sesuatu benda. Dalam Bahasa Acèh yang termasuk kata sandang, misalnya kata : po dan si. Kata po sering terdapat dalam cerita fable seperti : po rimueng, po peulandôk dan dapat disamakan dengan kata sang ke dalam Bahasa Indonesia. Kata sandang si dipakai untuk manusia, misalnya: si Keumala, si Banta, si Amin, si bajeuëngkeu dan lain-lain.

 

Demikianlah uraian jenis kata dalam bahasa Acèh Memang harus disadari bahwa sesuatu kata dapat dilihat dari berbagai sudut bila kata itu berfungsi dalam kalimat. Karena itu uraian yang lebih teliti dan mendalam agaknya untuk bahasa Acèh masih sukat atau sulit dilakukan.

 

BENTUK KATA

Kata Dasar dan kata jadian atau turunan.

 

Kata Dasar.

 

Kata dasar adalah kata yang dalam bentuk aslinya sudah mempunyai arti tertentu tanpa imbuhan (=tambahan), misalnya kata : pageue (pagar), rumoh (rumah), duek (duduk) dan lain-lain.

 

Kata Jadian atau turunan.

 

Dari kata dasar dibentuklah kata jadian yaitu dengan member imbuhan (=tambahan) pada kata dasar. Imbuhan pada kata dasar itu ada yang diberi atau dilekatkan pada permulaan kata, pada tengah kata, dan pada akhir kata, misalnya kata dasar pageue, diberi tambahan lain pada awalnya misalnya : meu, menjadi meupageuë. Tambahan meu ini menyebabkan arti pageue bertambah pula yaitu meupageue = (berpagar), mempunyai pagar. Demikian pula penambahan di tengah atau di akhir kata, tentu akan memberi atau menimbulkan arti yang berbeda dari ari semula, yaitu timbulnya arti baru. Pada kata meupageue, arti baru yang timbul karena imbuhan meu ialah mempunyai. Arti ini timbul adalah karena dibuat atau dijadikan, atau diturunkan. Oleh karena itu kata yang demikian disebut kata jadian atau turunan.

 

Kata jadian itu dapat dibentuk selain dengan memberi imbuhan seperti tersebut diatas, juga dapat dibentuk dengan mengulang kata dasar atau dengan menggabungkan kata dasar itu dengan kata lainnya, misalnya : pageue, diulang menjadi pageue- pageue. Pengulangan ini tentu menimbulkan arti baru pula yaitu banyak pagar. Kata seperti ini disebut (kata jadian) kata ulang. Penggabungan kata, misalnya : inöng pageue , tambahan kata inöng yang digabungkan berkelompok dengan kata pageue, menyebabkan berubah arti kata pageue itu dan muncullah arti lain berupa benda lain yaitu tiang besar pada pintu gerbang pagar. Kata seperti ini disebut (kata jadian) kata majemuk. Dikatakan kata majemuk karena dua kata atau lebih tetapi menimbulkan satu pengertian.

 

Kata dasar dibuat menjadi kata jadian adalah dengan :

 

  1. Imbuham :

a.    Awalan.  

b.    Sisipan.

c.    Akhiran.

 

  1. Pengulangan kata atau kata ulang.

 

  1. Kata majemuk.

 

Imbuhan-imbuhan yang terdapat dalam bahasa Acèh ialah :

 

  1. Awalan : meu/mu, peu/pu, beu/bu, neu dan teu.
  2. Awalan kata ganti orang :

a.    Orang ke 1 tunggal                                : ku

b.    Orang ke 1 jamak                                   : meu dan ta-

c.    Orang ke 2 tunggal dan jamak                        : ka, ta, neu

d.    Orang ke 3 tunggal dan jamak                        : ji, geu, neu.

  1. Sisipan                                                          : eum dan eun.
  2. Akhiran                                                          : -an, pi, chit/sit.

Akhiran kata ganti orang :

a.    Orang ke 1 tunggal                                : ku(h), lön.

b.    Orang ke 1 jamak                                   : teu(h), meu(h).

c.    Orang ke 2 tunggal dan jamak                        : keu(h), teu(h), neu(h).

d.    Orang ke 3 tunggal dan jamak                        : ji (h), geu(h).

 

PERIBAHASA

 

Tamarit bèk nyang gob bantah, taduek bèk nyang gob pinah

Berkata jangan yang dibantah orang, duduk jangan di tempat yang dipindahkan orang.

Maksudnya: dimanapun kita berada, hendaklah kita pandai menjaga diri supaya terhindar dari segala mara bahaya.

 

Le abeuek le lintah

Banyak paya banyak lintah.

Kiasannya: manusia itu mempunyai pikiran, pendapat atau pandangan sendiri-sendiri yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya.

 

Lagèe nggang keumiet abeuek

Seperti bangau menunggu (tegak di pematang) paya

Dikiaskan kepada orang yang malas berusaha, dan hanya cukup dengan apa yang ada atau dengan pemberian orang saja.

 

‘Oh troe lagèe troe bubrang.

Bila (telah) kenyang seperti kenyang berang-berang.

Dikiaskan kepada orang yang sangat loba kepada makanan sehingga hilang rasa kesopanannya.

 

Beungèh lagèe bubeue hu.

Marah bagai nyala daun kelapa kering.

Kiasannya: orang yang sangat marah, tapi hanya sebentar.

 

Agam hana (raba) krèh.

Laki yang tidak (meraba) buah pelir

Sindiran kepada orang lelaki Acèh yang pengecut.

Dahulu, sifat pengecut adalah sifat yang hina bagi orang Acèh.

 

Lagèe dawa buta

Seperti dakwa buta

Dikatakan kepada pertengkaran atau perbantahan yang terjadi karena tidak berdasarkan kapada pokok persoalan yang jelas dan nyata.

 

Lagèe lalat mirah rhueng

Seperti lalat merah punggung

Dikatakan kepada orang yang suka menfitnah atau suka mengadu domba

 

 

Lagèe tacok darah bak muka gob.

Seperti mengambil darah di muka orang.

Dikatakan kepada orang yang memalukan orang lain di depan umum.

 

Rayeuk ceulèt deungon ‘ab.

Besar coba (makan sedikit) dari suap

Kiasannya, lebih besar bicara/cakapan dari pekerjaan Atau banyak bicara sedikit bekerja.

 

Beusoe seureuloe èk guda, ureueng pèh tuloe ureueng yue buta.

Besi pantang tahi kuda, orang yang tokok tuli, orang yang menyuruh buta

Kiasannya, baik yang disuruh maupun yang menyuruh melakukan sesuatu, kedua-duanya tolol, akibatnya pekerjaan tidak berhasil bahkan mendatangkan rugi saja.

 

Angèn jak raga prèh

Angin lalu, keranjang menunggu.

Kiasannya, perbuatan yang sia-sia

 

Surot Ihèe langkah meureundah diri, mangat geuturi nyang bijaksana.

Undur tiga langkah merendahkan diri, supaya dikenal yang bijaksana.

Orang yang mengerti tata tertib, sopan santun dan adat istiadat kelihatan pada tingkah lakunya dalam pergaulan masyarakat.

 

Lagèe ta ikat ôn geureusông bak iku asèe.

Seperti mengikat geresong pada ekor anjing.

Nasehat, jangan memberitahukan sesuatu keaiban kepada orang yang tidak dikenal, karena akan member malu kita sendiri.

 

Bah si geusuen kuen pi meujak-meujak.

Pada sipenakut belukar kecilpun bergerak-gerak.

Dikatakan kepada orang yang penakut, bayanganpun disangka hantu.

 

Lagèe meuteumèe kayèe sujut.

Seperti mendapat kayu sujud

Kiasannya: orang yang mendapat rezeki banyak dengan tiba-tiba dan diluar dugaannya. Dikatakan juga kepada orang sedang menderita kesusahan karena kekurangan uang, tiba-tiba memperoleh uang banyak. Dalam bahasa Indonesia disebut : makan tangan.

 

Mita pi

Mencari onar.

Dikatakan kepada orang yang memancing-mancing sengketa.

 

Karôh tameukat sira lam ujeuen.

Harus menjual garam dalam hujan.

Kiasannya, mendapat kerugian karena tekanan atau paksaan dari yang berkuasa.

 

Lagèe jireubôh ngon ie leupie

Seperti direbus dengan air dingin

Kiasannya, sesuatu nasehat yang tepat terhadap seseorang sehingga menimbulkan rasa kesal dan kecewa yang menerimanya.

 

Bak ie raya bèk ta bôh ampéh, bak ie tiréh bèk tatheun bubèe

Pada air bah jangan dipasang ampu, pada air tiris jangan dipasang bubu.

Maksudnya, jangan melakukan sia-sia karena akan mendatangkan rugi semata



Tidak ada komentar:

Posting Komentar