Bila tanah sawah sudah selesai dibajak dengan
langai
(dua sampai tiga kali), berikutnya dilakukan penaburan padi. Dan agar tanah
yang telah dibajak tadi menjadi rata, serta juga halus, juga supaya padi yang
telah ditabur itu menjadi rata pada seluruh tanah yang dibajak, maka untuk ini digunakan
suatu alat yang dalam bahasa Aceh disebut chreuëh (bentuknya
sebagaimana gambar berikut).
Bahan untuk membuat alat ini terdiri dari kayu,
batang ijuk (enau), bambu, dan besi. Chreuëh ini
juga terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. Mata
chreuëh, dibuat pada umumnya dari besi bulat yang ujungnya runcing,
kadang-kadang ada juga yang dibuat dari kayu yang kuat (batang ijuk/enau).
Jumlah mata chreueh biasanya sekitar 12 – 15 buah.
2. éh chreuëh,
bentuknya sama dengan
eh langai dan juga dibuat dari batang ijuk/enau yang keras. Gunanya juga untuk dihubungkan
pada sapi-sapi yang menarik chreueh ini (biasanya digunakan dua ekor sapi).
3. Kayè chreuëh, yaitu tempat mata chreuëh dipasangkan (bagian bawah), biasanya dibuat dari sejenis
kayu yang kuat yang disebut bak manè (sejenis
pohon kayu yang biasanya digunakan untuk tiang-tiang rumah adat tradisional Acèh).
4. Bak
mat chreuëh, secara harafiah artinya pegangan chreuëh/tempat memegangnya. Dibuat dari bambu yang licin
agar mudah dipegang.
5. Yök chreuëh, bahan dan bentuknya sama dengan yök langai (materi yang sama).
6. Talo
jeureubab, yang dibuat
dari anyaman rotan sebagai alat pengikat yang ditempatkan di bawah leher sapi
(pengikat leher sapi dan yök).
Chreuëh ini biasanya digunakan pada sawah kering
(sebelum sawah berair) dan seperti telah disebutkan kegunaannya yaitu untuk meratakan
tanah dan juga meratakan padi yang telah ditabur. Banyak juga
dipergunakan pada sawah yang berair, dimana bermanfaat juga untuk membersihkan akar-akaran,
rumput yang mungkin masih tersisa dalam tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar